Triwulan IV-2022, BI Bilang Pertumbuhan Ekonomi Sumut 5,26%

Medan1112 Dilihat

MEDAN || Bank Indonesia Perwakilan Sumut menyebutkan, tren pemulihan ekonomi Sumatera Utara terus berlanjut dan pertumbuhannya 5,26 % (yoy) pada Triwulan IV-2022 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Hal itu dikarenakan konsumsi rumah tangga yang menguasai pangsa terbesar dari sisi pengeluaran mencatatkan peningkatan di triwulan IV 2022.

Demikian Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Doddy Zulverdi saat menggelar Bincang Bareng Media (BBM) di lantai III BI secara offline dan online, Selasa (28/2/2023). Dijelaskan, peningkatkan itu seiring masuknya periode HBKN Nataru yang tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang meningkat khususnya untuk makanan, minuman dan tembakau, serta peralatan rumah tangga.

“Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian yang memiliki pangsa terbesar mengalami peningkatan seiring dengan puncak masa panen kelapa sawit dan tren peningkatan NTP dan harga rata-rata gabah kering giling dan panen seiring kembali pulihnya permintaan,” jelasnya didampingi Deputi Kepala Perwakilan Wilayah BI, Ibrahim, Deputi Direktur Azka Subhan dan para staf.

Hal serupa juga terjadi pada Tahun 2022, dimana ekonomi Sumut tumbuh 4,73% (yoy) lebih tinggi dari tahun sebelumnya meski di tengah berlanjutnya berbagai tantangan global.

Capaian tersebut juga berada pada rentang proyeksi Bank Indonesia sebesar 4,1-4,9%, Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sumut Tahunan (%,yoy).

“Konsumsi RT menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Sumut di tahun 2022. Berlanjutnya berbagai insentif PEN seperti program KUR 3%, insentif bantuan tunai dan insentif PPN-DTP di tengah berjalannya aktivitas ekonomi yang mengadopsi kenormalan baru seiring dengan tercapainya herd immunity mendorong kinerja konsumsi RT,” jelasnya.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional, kinerja ekonomi Sumatera Utara juga tetap tumbuh. Hal ini tercermin dari beberapa indikator ekonomi seperti peningkatan Indeks penjualan riil yang mengindikasikan tetap kuatnya aktivitas perdagangan dan dunia usaha.

Mobilitas juga tetap tinggi yang tercermin dari perkembangan penumpang angkutan udara yang terus meningkat. Survei kegiatan dunia usaha juga menunjukkan peningkatan, terutama pada beberapa LU utama seperti Industri Pengolahan, Perdagangan dan Transportasi.

“Perkembangan harga komoditas terkini menunjukkan kenaikan harga. Hasil liaison Bank Indonesia mengkonfirmasi adanya perbaikan permintaan baik ekspor maupun domestik dibandingkan tahun lalu. Per Februari 2023, korporasi menyatakan terdapat penurunan biaya-biaya,” urainya.

Berdasarkan data BPS, inflasi Gabungan 5 Kota IHK Sumut pada Januari 2023 secara tahunan mencapai 5,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Nasional (5,28%, yoy) dan sedikit lebih rendah dibandingkan bulan Desember 2022 (6,12%, yoy).

Faktornya adalah peningkatan harga bahan pangan yakni beras, minyak goreng, daging ayam ras, dan bawang merah.

Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 5 Kota IHK Sumut mencatat inflasi sebesar 0,91% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi Desember 2022 yang tercatat sebesar 1,50% (mtm).

“Seluruh kota IHK mengalami inflasi dimana Kota Gunung Sitoli mengalami inflasi tertinggi yakni sebesar 1,87% (mtm) dan terendah di Kota Medan yakni sebesar 0,86% (mtm),” kata dia.

Sementara itu, lanjut Doddy Zulverdi, dari sisi perbankan, kredit perbankan di Sumut tercatat tumbuh positif dengan angka mencapai 3,24% (yoy).

Kinerja kredit perbankan diwarnai dengan pola seasonal awal tahun, terlihat dari penyaluran kredit yang masih melambat, sementara tren pelunasan kredit yang besar sejalan dengan membaiknya kinerja usaha. Kenaikan pelunasan kredit berasal dari kredit modal kerja.

Di sisi lain, kredit investasi dan konsumsi masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat meski melambat dari bulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, penyaluran kredit pada sektor Pertanian, Industri Pengolahan, PBE dan Konstruksi mengalami perlambatan.

Maka itu, pada Januari 2023, NPL kredit perbankan di Sumatera Utara tetap terjaga di level 2,53%. Angka ini juga masih jauh lebih rendah dibandingkan kondisi pra-pandemi yang berada di atas 3%.

Dari sisi penggunaan, peningkatan risiko kredit terjadi pada segmen modal kerja dan konsumsi yang kemudian juga menahan kinerja penyaluran kredit pada segmen tersebut. Di sisi lain, risiko kredit untuk keperluan investasi mengalami penurunan sejalan dengan kinerja intermediasi yang tetap kuat pada segmen tersebut.***WASGO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *