JAKARTA || Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan Pilkada Pasaman 2024. Saksi yang dihadirkan mengungkap calon Wakil Bupati nomor urut 1 Anggit Kurniawan Nasution pernah dihukum 2 bulan 24 hari penjara karena kasus penipuan.
Dikutip dari situs MK, sidang perkara nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025 digelar di Gedung MK, Selasa (11/2/2025). Perkara ini diajukan oleh calon Bupati dan Wakil Bupati Pasaman nomor urut 2 Mara Ondak dan Desrizal.
Persoalan yang dibahas dalam sidang kali ini ialah keberadaan surat keterangan tidak pernah dipidana pihak terkait, yakni calon Wakil Bupati nomor urut 1 Anggit Kurniawan Nasution. Persoalan timbul dalam perkara ini karena ternyata Anggit pernah menjadi terpidana kasus penipuan.
Ahli dari pemohon, Charles Simabura, mengatakan seluruh pasangan calon kepala daerah harus memenuhi persyaratan yang diatur Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Charles mengutip Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada yang disebutnya mengatur ketentuan status mantan terpidana harus diumumkan secara terbuka.
“Sebab persyaratan untuk serta secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana adalah syarat yang harus dipenuhi sebelum ditetapkan sebagai calon kepala daerah,” katanya saat memberikan keterangan di persidangan.
Ahli pihak Anggit, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan status mantan terpidana menjadi wajib diumumkan terbuka jika ancaman pidananya minimal 5 tahun. Zainal mengutip Putusan MK Nomor 54/PUU-XXII/2024.
“Artinya bagi mantan terpidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 tahun, tidak diharuskan memenuhi masa tunggu dan deklarasi,” ujarnya.
Ahli KPU Pasaman selaku termohon, Khairul Fahmi, kemudian menyoroti kewenangan KPU kabupaten/kota dalam meneliti kelengkapan persyaratan calon. Khairul mengutip Pasal 50 ayat (1) UU Pilkada ‘KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima memasukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota’.
Khairul mengatakan kata ‘dapat’ dalam pasal tersebut bermakna klarifikasi yang dilakukan KPU kabupaten atau kota bersifat opsional.
“Jadi, pelaksanaan klarifikasi kepada instansi yang berwenang sangat bergantung pada kebutuhan proses penelitian kelengkapan berkas yang dilakukan,” katanya.
Ketua MK Suhartoyo kemudian memberi penjelasan mengenai maksud Putusan MK Nomor 54/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut menurut Suhartoyo memang berlaku bagi calon kepala daerah yang pernah dipidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih. Suhartoyo mengatakan MK juga mengakomodir ketentuan terkait mantan terpidana yang ancaman pidananya di bawah 5 tahun.
“Jadi, kalau tidak masuk pada 5 tahun ke atas, tapi 5 tahun ke bawah, tapi bukan berkaitan dengan tindak pidana kealpaan maupun tindak pidana politik yang berbeda pendapat dengan pemerintah, aturannya adalah mengemukakan secara jujur. Itu ada di putusan putusan sebelum 2024,” ujar Suhartoyo.
Status Anggit Kurniawan Nasution yang pernah dihukum penjara ini terungkap setelah masyarakat melapor ke KPU Pasaman dan Bawaslu Pasaman. Pelapor itu juga dihadirkan sebagai saksi di persidangan kali ini oleh pemohon.
Laporan ke KPU Pasaman itu dilayangkan Wan Vibowo pada 21 September 2024 atau lewat dari masa tanggapan masyarakat yang ditetapkan KPU, yakni pada 15 sampai 18 September 2024. Vibowo beralasan dirinya mendapat bukti soal Anggit pernah dipidana pada 20 September 2024.
“Karena saya mencari bukti. Buktinya baru saya dapat tanggal 20 itu, baru saya lapor tanggal 21,” ujarnya di persidangan.
Vibowo pun menunjukkan bukti berupa tangkapan layar Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Jakarta Selatan. Dalam situs itu, Anggit tercatat dijatuhi hukuman 2 bulan 24 hari penjara karena kasus penipuan pada tahun 2022.
Komisioner KPU Pasaman, Juli Yusran, pun menjelaskan alasan pihaknya tak menindaklanjuti laporan masyarakat. Dia mengatakan KPU Pasaman sudah harus melaksanakan penetapan Paslon Bupati dan Wakil Bupati sehari setelah mendapat laporan.
“Jadi tanggal 21 itu tanggapan, tanggal 22 itu penetapan. Waktu kita tidak memungkinkan lagi,” kata Juli.
Petugas Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU Pasaman juga mengatakan Anggit sejak awal mengklaim status hukumnya tidak pernah dipidana. Hal tersebut, katanya, telah didukung dengan Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terbit pada 15 Agustus 2024.
“Untuk dokumen status hukum, seperti yang dijelaskan saksi sebelumnya, apabila calon itu memilih ‘Tidak memiliki status hukum’ maka dokumen yang harus diunggah hanya satu, surat keterangan tidak pernah dipidana saja,” kata saksi yang dihadirkan KPU, Yapto Nurmanto Putra.
Sementara, laporan ke Bawaslu Pasaman dilakukan saksi bernama Sibet. Laporan dilayangkan sebanyak dua kali, yakni pada 19 November 2024 namun ditetapkan Bawaslu tidak termasuk kategori pelanggaran.
Pelaporan kedua dilakukan pada 24 November 2024. Untuk pelaporan kedua, Sibet mengaku sempat dipanggil Bawaslu pada 28 November untuk dimintai keterangan. Pelaporan kedua ke Bawaslu Pasaman ini bermuara pada ditetapkannya materi laporan Sibet sebagai pelanggaran administrasi pemilihan.
“Di tanggal 4 Desember baru saya dikirim melalui Whatsapp pribadi saya tentang status laporan saya itu merupakan pelanggaran administrasi pemilihan, dari Bawaslu Kabupaten Pasaman,” kata Sibet.
Pelaporan ini kemudian diregister oleh Bawaslu Pasaman. Rekomendasi pun diterbitkan dan dikirim kepada KPU Pasaman.
Namun, rekomendasi baru diterbitkan pada 4 Desember 2024. Bawaslu Pasaman mengatakan hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bawaslu di mana penyampaian rekomendasi dilakukan maksimal 3 hari setelah pleno.
Ketua MK pun menyebut seharusnya persoalan yang terjadi di Pasaman kategori ‘urgent’. Dia mengatakan semestinya persoalan itu ditangani dengan cepat.
“Karena ini kan sudah berkaitan dengan tahap akan pencoblosan, sementara harus ada kepastian tentang status seseorang,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Putusan perkara ini akan dibacakan pada 24 Februari 2025. MK menyatakan para pihak tidak dapat mengajukan bukti tambahan.
“Kemudian sudah tidak bisa lagi mengajukan bukti dan mempelajari bukti lawan atau inzage,” kata Suhartoyo.***DTK