Sri Mulyani Dikepung Jaringan Mafia Kemenkeu

Kriminal974 Dilihat

ALIRAN dana mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan diduga merupakan permainan para penjabatnya yang sengaja ditutupi sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mengetahuinya.

Ketidaktahuan atau data yang salah tersebut kemudian disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, beberapa waktu lalu.

Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan, ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan dari Menkeu Sri Mulyani karena ditutupya akses sebenarnya dari bawah, sehingga data yang diterima adalah data per 14 Maret ketika bertemu dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Mahfud mengungkapkan aliran uang tersebut merupakan pencucian uang cukai dari impor emas batangan senilai Rp189 triliun. Emas batangan yang seharusnya menggunakan surat cukai sesuai dengan fisik emas dimanipulasi menjadi emas mentah. Praktik kecurangan tersebut mengakibatkan kerugian miliaran rupiah.

“Semula ketika ditanya apa ini ada uang Rp189 triliun itu dugaan pencucian uang cukai dengan 15 entitas tapi apa laporannya menjadi pajak. Apa itu? emas. Impor emas batangan tapi di surat cukainya itu dikatakan emas mentah katanya dicetak di surabaya,” bebernya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3).

Mahfud mengungkapkan, upaya pembohongan tersebut telah diperiksa oleh PPATK dengan memeriksa tempat pencetakan emas di Surabaya namun tidak ditemukan. Atas temuan tersebut PPATK kemudian melaporkan dugaan kerugian keuangan negara ke Kemenkeu pada 2017 yang akhirnya diketahui laporan itu tidak pernah sampai ke Menkeu Sri Mulyani untuk ditindaklanjuti.

“Laporan itu dilaporkan pada 2017 oleh PPATK diberikan tidak pakai surat taPi diserahkan PPATK langsung kepada kemenkeu yang diwakili oleh dirjen bea cukai, irjen kementerian keuangan dan dua orang lainnya. Kenapa tidak pakai surat? Karena ini masalah yang sensitif dan besar,” cetus Mahfud.

Surat yang tidak pernah sampai
Mantan hakim MK tersebut memaparkan data agregat transaksi keuangan senilai lebih dari Rp300 triliun itu dibagi menjadi tiga, yakni transaksi keuangan mencurigakan pegawai kemenkeu dengan jumlah transaksi mencurigakan Rp35,5 triliun.

Selanjutnya, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai kemenkeu dan pihak lain senilai Rp53,8 triliun dan transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan kemenkeu sebagai penyidik TPA dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai kemenkeu senilai Rp260 triliun sehingga total menjadi Rp349 triliun.

“(Surat) Itu tidak sampai ke Sri Mulyani karena yang menerima surat itu by hand. Dia bilang tidak ada surat itu, lalu diserahkan oleh Ivan baru dijelaskan tapi berbeda. Ini laporan pencucian uang di bea cukai lalu dihitung pajaknya ya sedikit dong jadinya,” sebut Mahfud.

Jaringan mafia Kemenkeu
Mahfud mengatakan, pegawai yang terlibat di Kemenkeu berjumlah 491 orang dan Rafael Alun Trisambodo hanya salah satu dari banyaknya jaringan mafia yang ada di kemenkeu.

Kuatnya jaringan mafia tersebut membuat Sri Mulyani tidak bisa mengakses berbagai laporan kecurangan atau penyelundupan.

Atas kejadian ini Mahfud meminta kepada DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Transaksi Uang Kartai. Permintaan ini sambung Mahfud sudah disampaikan kepada Ketua Komisi III Bambang Wuryanto untuk proses RUU tidak dipersulit.

“Saya ingin mengusulkan sulit memberantas korupsi. Jadi tolong melalui Bambang Pacul RUU Perampasan Aset tolong didukung biar kami bisa ambil. Tolong pembatasan penggunaan uang kartal didukung, karena orang korupsi itu menurunkan uang dari bank Rp500 miliar bawa ke Singapura, kemudian ditukar dengan dolar terus dia bilang menang judi di sana sah dan dibawa ke sini sah. Padahal itu pencucian uang,” tegasnya.

Mahfud mengeluhkan sikap DPR yang dinilai tidak memperjuangkan RUU yang sudah diajukan sejak lama tersebut. RUU perampasan aset sedianya sudah dapat dibahas karena sudah disetujui di badan legislasi namun secara mendadak keluar lagi ketika akan ditetapkan menjadi prioritas utama.

“Padahal isinya sudah disetujui oleh DPR yang dulu. Itu akan membantu kami soal TPPU seperti dana BLBI Rp 111 trilun itu tidak bisa diamblil lalu ada inpres baru bisa saya ambil uusan selanjutnya di pengadilan saya kalah tidak apa,” tukasnya.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *