JAKARTA || Wacana duet bakal capres Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menuai sorotan. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai duet tersebut akan menimbulkan citra negatif bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“(Duet Prabowo-Gibran) memang akan mengundang narasi negatif terhadap publik, banyak yang menilai negatif kepada Gibran dan Presiden Jokowi. Kenapa Jokowi memasangkan Gibran sebagai cawapres?” kata Ujang dilansir Antara, Jumat (13/10/2023).
Menurutnya, Jokowi perlu menghindari kondisi tersebut agar tidak dianggap melanggengkan dinasti politik. Ia pun khawatir apabila nantinya Mahkamah Konstitusi memutuskan umur cawapres dapat berusia 35 tahun sebagai keputusan uji materi UU Pemilu.
“Ada tuduhan dari publik kepada MK bahwa bukan the guardian of constitution, tapi guardian keluarga Jokowi,” tegasnya.
Ujang berharap Jokowi dapat menghindari hal tersebut. Ia berpendapat Gibran tak seharusnya diloloskan untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo.
“Itu kan suatu tanggapan yang pedas dari publik kepada MK. Oleh karena itu, untuk menghindari hal seperti itu, mestinya Gibran tidak diloloskan untuk bisa jadi cawapres dengan keputusan MK,” sambung Ujang.
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dan Studi Internasional Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan pencalonan Gibran bisa menciptakan ‘perang bubat’ antara kubu Prabowo dengan PDIP.
“Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo, besar kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi total terhadap status relasi dan keanggotaan Gibran, Bobby, dan juga Jokowi sendiri di PDIP,” tambah Umam.
Ia menyebutkan di saat yang sama pencalonan Gibran tampaknya sedang ditunggu-tunggu oleh para rival politik Jokowi, sebagai narasi ‘politik dinasti’ yang akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk menentang legitimasi dan kredibilitas politik Presiden Jokowi.
“Bahkan, narasi politik dinasti yang merujuk pada pasangan Prabowo-Gibran itu bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi MK,” ujarnya.***DTK