Mahkamah Agung Israel Tolak Komponen Kunci Reformasi Netanyahu

Ragam351 Dilihat

TEL AVIV || Mahkamah Agung Israel pada hari Senin (01/01) membatalkan komponen kunci dari perombakan peradilan dari Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang memicu perdebatan panas.

Dalam keputusan dengan mayoritas suara tipis, delapan menolak dan tujuh setuju, pengadilan tertinggi akhirnya membatalkan undang-undang yang disahkan pada bulan Juli 2013, yang mencegah para hakim membatalkan keputusan pemerintah yang mereka anggap “tidak masuk akal.”

Para penentang berpendapat, upaya Netanyahu untuk menghapus standar kelayakan itu akan membuka pintu bagi korupsi dan keputusan aparat tinggi pemerintahan yang perlu dipertanyakan.

Keputusan hari Senin (01/01) itu menetapkan, amandemen konstitusi itu telah mencabut peluang pengadilan untuk mengambil tindakan terhadap keputusan-keputusan yang “tidak pantas” oleh pemerintah, perdana menteri atau bahkan menteri-menteri secara individual.

Putusan tersebut menyatakan bahwa amandemen itu dapat “menyebabkan kerusakan serius dan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada karakteristik inti Negara Israel sebagai negara demokratis.”

Kritikus pemerintah memuji keputusan tersebut
Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan di media sosial bahwa “Mahkamah Agung dengan setia memenuhi perannya dalam melindungi warga Israel, dan kami memberikan dukungan penuh.”

Lapid mengatakan, keputusan tersebut “menutup tahun penuh dengan perselisihan yang telah mencabik-cabik kami dari dalam dan menyebabkan bencana terburuk dalam sejarah negara kami.”

Gerakan Pemerintahan Berkualitas di Israel, kelompok yang membantu mengorganisir protes terhadap reformasi peradilan Netanyahu, juga menyebut keputusan tersebut sebagai “kemenangan publik yang luar biasa bagi mereka yang menginginkan demokrasi.”

“Hanya pemerintah yang tidak masuk akal, yang bertindak tidak masuk akal, yang membuat langkah tidak masuk akal, yang menghapuskan standar kelayakan,” ungkap Eliad Shraga, ketua kelompok tersebut.

Perpecahan di Israel
Keputusan seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dan merupakan pukulan telak bagi pemerintahan sayap kanan Netanyahu. Negara Israel kini bisa menghadapi krisis nasional, jika kabinet menolak untuk menerima keputusan tersebut.

Amandemen konstitusi yang pertama kali dirilis setahun yang lalu itu, telah menghadapi tentangan keras di parlemen. Setelah negosiasi untuk berkompromi gagal, para penentang Netanyahu melancarkan protes besar-besaran di jalanan yang berlangsung selama berbulan-bulan, di mana ratusan ribu orang berunjuk rasa menentang rencana perubahan konstitusi tersebut.

Para kritikus mengatakan, amandemen Netanyahu itu merupakan ancaman bagi demokrasi, sementara pemerintah berargumen bahwa pihaknya hanya ingin mengembalikan keseimbangan pada pengadilan yang terlalu berkuasa.

Kontroversi yang telah berlangsung lama ini kemudian tersingkirkan setelah militan Hamas melancarkan serangan mematikan ke Israel selatan pada tanggal 7 Oktober lalu. Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan beberapa negara barat.

Menteri Kehakiman Yariv Levin, yang dianggap sebagai kekuatan pendorong di balik reformasi tersebut, telah meminta pengadilan untuk menunda keputusan hingga perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung berakhir.

Levin mengecam keputusan pada hari Senin (01/01) tersebut, dengan mengatakan, hal itu menunjukkan “kebalikan dari semangat persatuan yang dibutuhkan saat ini untuk keberhasilan tentara kita di garis terdepan.”

Namun Levin tidak menjelaskan lebih lanjut apakah pemerintah akan mencoba menghidupkan kembali amandemen tersebut meskipun sudah ada keputusan pengadilan tertinggi, tapi dia menegaskan keputusan itu “tidak akan mematahkan semangat kami.”***DTK