Intelijen Waspadai Politik Identitas dan Radikalisme Jelang 2024

Politik759 Dilihat

DIREKTUR Politik Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri Yuda Agustiawan mengatakan politik identitas dan polarisasi masih menjadi tantangan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) 2024. Residu dari pemilu 2019, ujarnya, harus diantisipasi.

Ia menjelaskan bahwa sejauh ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum membuat aturan main terkait kampanye di luar jadwal. Padahal, penetapan partai politik peserta pemilu sudah selesai sejak 14 Desember 2022. Selain itu, penetapan bakal calon presiden baru akan dilakukan pada Oktober 2023.

Sedangkan masa kampanye berlangsung pada Oktober 2023 hingga Februari 2024.

“Potensi kampanye di luar jadwal sangat mungkin terjadi sampai Oktober 2023. Ada ruang kosong,” ujarnya dalam diskusi Rapat Koordinasi (Rakor) Sinergi Pelaksanaan Program Kegiatan Bidang Politik dan Pemerintahan Umum bertema “Kewaspadaan Nasional Menjelang Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024”, Selasa (21/1).

Yuda juga menyampaikan bahwa kepolisian telah membuat indeks potensi kerawanan pemilu (IPKP) yang mengacu pada pelanggaran keamanan dan ketertiban menjelang pemilu 2024. Ia menyebut Papua dan Jawa Timur menjadi wilayah paling rawan pada Februari 2023.

“Di Papua ada 4 daerah otonomi baru (DOB) karenanya mendapat perhatian lebih,” imbuh dia.

Narasumber lainnya, Direktur Operasi Keamanan dan Pengendalian Informasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Satryo Suryantoro menyampaikan agar masyarakat mewaspadai potensi serangan siber di tahun politik.

Serangan itu antara lain mendapatkan akses ilegal ke dalam sistem elektronik yang terdiri dari jaringan, peladen (server), basis data (database), dan aplikasi untuk menghancurkan, mengubah, mencuri, dan memasukkan data.

“Ini adalah jenis-jenis serangan bersifat teknis yang terkait dengan cyber security, keamanan siber,” terangnya.

Sementara itu, Paban Utama A-2 Direktorat A Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Zeni Djunaidi menyampaikan potensi gangguan keamanan nasional menjelang pesta demokrasi tahun 2024. Ia menyebut tren yang terjadi di Indonesia yaitu pergerakan kelompok radikal dan fundamentalis.

“Polemik penolakan pembangunan rumah ibadah juga rentan dieksploitasi dan menimbulkan polarisasi. Karena itu, perlu adanya sinergisitas sebagai aparat pemerintah negara,” ucapnya.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *