JAKARTA || Artis Tsania Marwa pada hari ini menjalani sidang di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK) Yudisial dalam perkara pengambilan anak secara paksa. Ia dalam kesempatan itu juga tak sendiri, melainkan bersama sejumlah ibu yang memperjuangkan anaknya.
Seusai menjalani sidang, bintang sinetron Putri Yang Ditukar itu mengatakan hal ini menjadi sebuah perjuangan bukan untuk dirinya. Namun, untuk para ibu-ibu yang bernasib sama dengannya lantaran anaknya direbut mantan suami.
“Ini bentuk perjuangan untuk warga Indonesia bukan hanya untuk saya, saya dengan wakilnya pemohon ibu-ibu di sini,” kata Tsania Marwa di Gedung Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, pada Senin (18/3/2024).
Dalam memberikan kesaksian, Tsania juga merasa tegang dan takut. Namun, hal itu ia kesampingkan demi memperjuangkan hak-haknya yang hingga kini belum terwujud.
Sekadar diketahui Tsania Marwa menjadi saksi untuk kasus dari laporan lima ibu terkait anaknya yang diambil ayahnya.
“Saya niatkan semata-mata hanya memberi untuk bisa jadi bagian keadilan untuk ibu-ibu di Indonesia yang mengalaminya kejadian kayak saya, yang sudah memilik hak asuh tetapi tidak bisa dengan anak-anaknya,” bebernya.
Jika melihat ke belakang, hingga kini Tsania Marwa belum mendapatkan hak asuh anak meski Pengadilan Agama Cibinong sudah memutuskan dirinya mendapat hak asuh. Anak-anak Tsania masih dalam pelukan mantan suaminya, Atalarik Syah.
“Kasus saya terlama juga tujuh tahun dan mungkin saatnya saya melakukan pergerakan yang hasilnya positif sebagai bentuk perjuangan gitu,” kata Tsania Marwa.
Mencapai tingkat MK, Tsania pun tak menyangka. Namun, ia merasa perjuangan ini sudah takdir dan berharap bisa menjadi jawaban doanya selama ini.
“Saya nggak pernah bayangin kasus anak saya sepanjang ini, saya anggap ini takdir Tuhan yang harus saya jalani. Pastinya saya ada perasaan bersyukur dan berharap ini bisa menjadi jawaban daripada doa-doa saya selama ini,” ungkapnya.
Tsania juga merasa hak asuh yang sudah jatuh ke tangannya mandul. Itu lantaran Atalarik Syah tidak dapat memberikan anak-anak kepadanya.
“Saya tidak bisa melakukan apa-apa walaupun hak asuh itu sudah inkrah. Jadi saya perjuangin hak asuh bertahun-tahun, kenapa cuma seperti secarik kertas tanpa kekuatan apa pun. Padahal itu hak asuh dikeluarkan oleh MA, yang merupakan (lembaga) hukum tertinggi di Indonesia, jadi seperti kenapa ini ada yang salah di mana,” pungkasnya.***DTK