Chat-GPT, Musuh atau Kawan Perguruan Tinggi?

Advertorial665 Dilihat

 

SEJAK infiltrasi Chat-GPT, yaitu sebuah chatbot berbasis AI (artificial intelligent) di dunia pendidikan tinggi, mengerjakan tugas kuliah bukan hal yang sulit lagi untuk mahasiswa. Hal itu disebabkan Chat-GPT dapat melakukan komunikasi tertulis yang interaktif dengan manusia dan menghasilkan respons jawaban yang sangat human karena mudah dipahami.

Chat-GPT ialah sebuah model bahasa besar yang dikembangkan dan dilatih Open-AI. Chat-GPT dapat membantu manusia untuk mengerjakan berbagai tugas, seperti menjawab pertanyaan dan menulis teks. Hal itu dapat terjadi karena Chat-GPT mampu mengolah informasi dari input teks yang dituliskan seseorang kemudian informasi tersebut diolah sehingga menghasilkan jawaban terbaik yang berasal dari model Chat-GPT.

Oleh karena itu, kehadiran Chat-GPT dapat dianggap sebagai revolusi dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi; atau justru perlu dipertanyakan perannya sebagai musuh atau kawan bagi sivitas akademika perguruan tinggi, termasuk mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.

Kemampuan Chat-GPT yang berdampak pada peran mahasiswa ialah dalam memfasilitasi mahasiswa untuk mempersiapkan diri saat proses ujian tengah semester (UTS) atau ujian akhir semester (UAS). Selain itu, Chat-GPT pun dapat membantu dalam menyelesaikan tugas berupa tulisan esai sampai dengan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Misalnya, seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan tugas akhir/skripsi dapat menggunakan Chat-GPT untuk membantunya memahami topik yang akan diteliti. Itu juga membantu memperkaya tulisan mahasiswa dengan rekomendasi artikel atau referensi terkini yang relevan dengan topiknya atau bahkan membantu mahasiswa berlatih untuk menjawab pertanyaan yang mungkin ditanyakan dosen penguji skripsi.

Selain itu, Chat-GPT dapat meringankan tugas administratif dari tenaga kependidikan ataupun dosen dengan tugas tambahan. Misalnya, dengan memanfaatkan Chat-GPT agar proses registrasi mahasiswa baru menjadi lebih efisien dengan otomatisasi, pemrosesan data akademik ataupun pengolahan data biaya perkuliahan, menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai tugas yang perlu dikumpulkan ataupun jadwal kuliah dan ujian. Data informasi pada model Chat-GPT memungkinkan tenaga kependidikan untuk mengambil keputusan strategis dari analisis berbagai laporan dan informasi yang ditanyakan pada sistem.

Dua sisi mata pisau

Chat-GPT pun dapat meringankan tugas dan peran dosen dalam tridarma perguruan tinggi. Misalnya, dalam proses belajar-mengajar (PBM), untuk membantu mahasiswa memahami materi yang diajarkan. Dosen diharapkan dapat menjawab setiap pertanyaan mahasiswa, tetapi mungkin saja ditemukan saat-saat dosen tersebut bukan pakar pada hal spesifik yang ditanyakan mahasiswa. Dengan begitu, biasanya dosen akan mencari jawaban yang tepat terlebih dahulu untuk disampaikan kepada mahasiswa di pertemuan selanjutnya.

Dengan adanya Chat-GPT, pertanyaan sulit mengenai topik tertentu saat PBM dapat lebih cepat untuk terjawab. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat pun dapat menjadi lebih mudah dengan bantuan Chat-GPT. Misalnya, dosen pengabdi dapat merumuskan data dan analisis visual sesuai dengan wilayah yang akan dilakukan kegiatan pengabdian sehingga informasi dari Chat-GPT membantu dosen mengambil keputusan mengenai jenis kegiatan yang relevan dan metode yang efektif untuk menyelesaikan masalah masyarakat di daerah tersebut.

Selain itu, peran dosen sebagai peneliti dapat terbantu dengan kemampuan Chat-GPT dalam mengumpulkan informasi relevan terkait topik penelitian dalam waktu cepat dan memvisualisasikan data tersebut sehingga lebih mudah dipahami untuk dikembangkan dalam sebuah tulisan ilmiah.

Namun, kehadiran Chat-GPT dengan kemampuannya yang tinggi dalam mengolah informasi seperti dua sisi mata pisau. Chat-GPT dapat membantu penyelesaian tugas di dunia pendidikan perguruan tinggi, tetapi ia berpotensi merusak sistem pendidikan yang telah dibangun sejak lama jika tidak digunakan secara bijak oleh sivitas akademika. Misalnya, penggunaan Chat-GPT dapat meniadakan interaksi dosen-mahasiswa yang sangat dibutuhkan dalam membentuk budaya akademik, transfer pengetahuan, pengalaman, motivasi, dan empati yang tidak dapat dilakukan Chat-GPT.

Selain itu, proses pengolahan informasi dari Chat-GPT yang instan dapat membuat mahasiswa kurang memahami secara detail sebuah konsep. Hal itu disebabkan jawaban mekanis yang diberikan sehingga berdampak pada tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis dan berisiko tinggi dalam plagiarisme dalam penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu, dampak kehadiran Chat-GPT itu terhadap kualitas pendidikan tinggi perlu dianalisis untuk kemudian dirumuskan kebijakan dalam penggunaannya. Tujuannya agar budaya akademik tetap dapat dipertahankan dengan memaksimalkan penggunaan Chat-GPT secara bijak.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *