JAKARTA || Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN) memberikan sejumlah rekomendasi terkait dengan dinamika sengketa pemilu dan penyelenggaraan negara sebagai implementasi UUD 1945. Hal itu merupakan salah satu hasil Konferensi Nasional (KN) HTN-HAN.
“Para akademisi itu mendiskusikan sejumlah pokok pemikiran yang tercermin dari masing-masing diskusi panel yang berkaitan dengan tema Dinamika Pemilihan Umum dan Penyelenggaraan Negara sebagai Implementasi UUD 1945,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengajar HTN-HAN Prof Bayu Dwi Anggono sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (3/10/2023).
Ia mengatakan ada beberapa rekomendasi dihasilkan dalam lima panel diskusi itu, yakni penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu, reformasi regulasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, sistem presidensil dan pembentukan kabinet ke depan, hukum administrasi negara sektoral (perizinan); dan kompetensi PTUN dalam mewujudkan keadilan hukum.
“Dengan makin dekatnya Pemilu 2024, untuk memastikan jalannya alur suksesi politik nasional agar dapat berjalan dengan baik maka kanal electoral justice harus dapat memberikan rasa keadilan kepada para pihak, sistem pemilu dan pilkada secara keseluruhan,” ucap Bayu yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (FN Unej) itu.
Pada diskusi panel tentang penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu menghasilkan beberapa rekomendasi. Di antaranya ke depan setelah Pemilu 2024 diperlukan penyederhanaan kelembagaan penegakan hukum pemilu, seperti dengan pembentukan peradilan khusus pemilihan (Pemilu).
“Kemudian perlunya memegang prinsip saling memahami dan menghormati kewenangan antarlembaga dalam penyelesaian sengketa proses pemilu. Yakni antara Bawaslu dan PTUN untuk menjamin efektivitas penegakan hukum administrasi (proses) pemilu,” katanya.
Para akademisi juga memberikan rekomendasi bahwa Bawaslu melalui Gakkumdu perlu memberikan perhatian khusus pada penegakan hukum terhadap politik uang yang terjadi pada Pemilu 2024.
“Perlu juga mendesain ulang tugas dan wewenang DKPP terkait penegakan etik terhadap penyelenggara pemilu supaya kompetensi DKPP menjadi lebih jelas dan fokus pada persoalan etik, bukan pada kebijakan, regulasi atau diskresi dalam pelaksanaan pemilu,” ujarnya.
Selanjutnya rekomendasi pada panel “sistem presidensil dan pembentukan kabinet ke depan” menghasilkan beberapa poin. Di antaranya komposisi pembentukan kabinet Indonesia perlu mempertimbangkan keseimbangan atau proporsi politik dan teknis.
“Proporsi politik diberikan kepada partai politik untuk urusan yang bersifat kebijakan makro, sedangkan proporsi teknis diberikan untuk kalangan profesional,” katanya.
Bayu menjelaskan hasil rekomendasi juga menyebutkan bahwa keberadaan kementerian koordinator (Kemenko) perlu dipertimbangkan untuk dihapus, sebab secara regulasi pembentukan Kemenko tidak diwajibkan dan untuk mengefektifkan kebijakan dan koordinasi langsung antara menteri dan presiden.
Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar HTN-HAN digelar di Batam pada 29 September hingga 2 Oktober 2023 dengan menghadirkan perwakilan para pakar hukum tata negara dan administrasi negara dari berbagai kampus se-Indonesia.***DTK