Mustahil Damai, Korea Utara Tutup Lembaga untuk Reunifikasi

Ragam1125 Dilihat
KOREA UTARA || Media pemerintah Korea Utara melaporkan pada Selasa (16/01) bahwa Kim Jong Un telah secara resmi menutup sejumlah lembaga penting yang bertugas mendorong kerja sama dan reunifikasi dengan Korea Selatan.
Keputusan Korea Utara untuk menghapuskan organisasi-organisasi tersebut diumumkan oleh parlemen Korea Utara, yang merupakan alat justifikasi pemerintah, menurut Korean Central News Agency (KCNA).

“Komite Reunifikasi Damai Negara, Biro Kerja Sama Ekonomi Nasional, dan Administrasi Pariwisata Internasional (Gunung Kumgang), alat yang ada untuk dialog, negosiasi, dan kerja sama (Utara-Selatan), telah dihapuskan,” kata Majelis Rakyat Tertinggi dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa pemerintah di Pyongyang akan mengambil “langkah-langkah praktis” untuk mengimplementasikan keputusan tersebut.

Majelis mengatakan bahwa kedua negara saat ini terjebak dalam konfrontasi akut dan akan menjadi kesalahan serius bagi Korea Utara untuk menganggap Korea Selatan sebagai mitra dalam diplomasi.

Langkah ini merupakan bagian dari serangkaian tindakan baru, termasuk latihan artileri dan peluncuran rudal, yang telah meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Kim juga mengatakan bahwa Korea Utara tidak akan mengakui perbatasan maritim de facto kedua negara, Garis Batas Utara, dan menyerukan perubahan konstitusional yang memungkinkan Korea Utara untuk “menduduki” Korea Selatan dalam perang, demikian laporan KCNA.

Dalam pidatonya di hadapan Majelis Rakyat Tertinggi, Kim menyerukan penyusunan langkah-langkah hukum baru untuk mendefinisikan Korea Selatan sebagai “musuh utama,” kata KCNA.

“Menurut pendapat saya, kita dapat menetapkan dalam konstitusi kita masalah menduduki, menaklukkan, dan merebut kembali ROK (Republik Korea) dan mencaploknya sebagai bagian dari wilayah Republik kita jika terjadi perang di Semenanjung Korea,” kata Kim.

“Jika Republik Korea melanggar 0,001 mm saja dari wilayah darat, udara, dan perairan kami, maka akan dianggap sebagai provokasi perang,” tambahnya.

Berbicara kepada kabinetnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa jika Korea Utara yang bersenjata nuklir melakukan provokasi, Seoul akan membalas dengan tindakan yang lebih tegas.

“Jika Korea Utara melakukan provokasi, kami akan membalas dengan (aksi) beberapa kali lebih kuat,” katanya dalam sebuah pertemuan yang disiarkan di televisi, dan menegaskan bahwa militer Korsel memiliki “kemampuan respons yang luar biasa.”***DTK