MK Tolak Gugatan UU Pemilu Tentang Pasal Penundaan Pemilu

Politik1772 Dilihat

JAKARTA, informasiterpercaya.com || MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak sepenuhnya gugatan a Viktor Santoso Tandiasa yang mengajukan permohonan uji materi atas pasal yang mengatur pemilu lanjutan dan pemilu susulan dalam UU Pemilu.

Gugatan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya penundaan Pemilu 2024. Viktor yang juga berporfesi sebagai advokat meminta MK menghapus frasa “gangguan lainnya” yang termaktub dalam Pasal 431 dan 432 UU Pemilu.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat sidang, mengemukakan adanya frasa ‘gangguan lainnya’ merupakan bentuk pengaturan yang dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila di luar kategori kerusuhan, gangguan keamanan, maupun bencana alam terdapat peristiwa lain yang dapat mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu yang tidak terakomodasi.

“Sehingga perlu diantisipasi supaya jangan sampai terjadi tahapan pemilu menjadi terhenti atau tahapan pemilu tidak dapat dilaksanakan,” papar Enny dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Kamis (25/5).

Untuk melaksanakan pemilu lanjutan atau pemilu susulan, kata Enny, harus dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan agar penyelenggaraan pemilu tetap berjalan mengikuti tahapan yang telah ditentukan.

Selain itu, Enny menyampaikan penggunaan frasa “gangguan lainnya” baik dalam Pasal 230 ayat (1) dan Pasal 231 ayat (1) UU 8/2012, merupakan bentuk antisipasi pembentuk undang-undang yang juga bertujuan untuk memperluas ruang lingkup atau cakupan atas situasi dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan terjadinya.

Namun dapat mempengaruhi pelaksanaan Pemilu sehingga perlu dilakukan Pemilu lanjutan atau Pemilu susulan.

Antisipasi dibutuhkan dalam rangka melindungi penyelenggaraan Pemilu termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu.

“Oleh karena itu, permohonan Pemohon agar frasa ‘gangguan lainnya dimaknai hanya ‘bencana non alam dan bencana sosial’, justru akan membatasi ruang lingkup peristiwa kedaruratan atau gangguan yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan karena tidak dapat diprediksi bentuk serta kapan terjadinya,” ujar Enny.

Hal tersebut juga akan bertentangan dengan sifat ideal materi perundang-undangan yang seyogyanya dapat menjangkau perkembangan kebutuhan hukum di masa yang akan datang dalam perspektif perlindungan hak konstitusional pemilih.

Intinya, lanjut Enny, Pemilu susulan tidak hanya terbatas pada adanya kerusuhan, gangguan keamanan, dan bencana alam, melainkan juga keadaan darurat lainnya yang belum ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

“Sepanjang bukan gangguan yang merupakan bentuk politisasi atau rekayasa untuk kepentingan tertentu,” tandasnya.***MIOL