KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta memproses hukum dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Mimika dan Kabupaten Biak Numfor. Sebab, penegakan hukum di kejaksaan dan kepolisian terkait dugaan rasuah di wilayah itu belum ada tindak lanjut.
“Hari ini kami datang menuntut keadilan di Kabupaten Mimika dan Kabupaten Biak Numfor. Beberapa orang yang terindikasi mengikuti mantan bupatinya, koruptor,” ujar perwakilan masyarakat dari Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara, Joey Lawalata, saat berunjuk rasa dan membuat pengaduan ke KPK, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
“Ini yang nggak pernah tersentuh KPK, pejabat ASN yang bermain, berpolitik untuk menjerat pejabat politik,” imbuhnya.
Dugaan korupsi ini di antaranya terkait sewa gudang yang dilakukan dinas koperasi di Kabupaten Mimika, sebesar Rp600 juta per tahun. “Gudangnya diduga nggak ada. Sudah dua tahun berlangsung. Kami sudah lapor ke sana, ke sini, ke kepolisian, nggak ada tindak lanjut,” kata Joey.
Lalu, penggelontoran dana hibah untuk pembangunan kantor pengacara Rp6 miliar, yang juga ada laporannya kejaksaan. Namun, kata dia, lagi-lagi tak ada tindak lanjut.
“Selanjutmya belanja modal, dianggarkan untuk pembangunan kantor Kejaksaan Negeri di Mimika. Kemudian, Dana BOS di Mimika oleh mantan kepala dinas pendidikan,” papar Joey.
“Intinya hari ini ada lima laporan ke KPK. Empat Kabupaten Mimika, satu Kabupaten Biak Numfor,” imbuhnya.
Ada empat orang mantan pejabat yang diduga bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini. Antara lain mantan kepala dinas koperasi, mantan kepala dinas pendidikan, mantan sekda dan mantan kepala dinas perhubungan.
Dalam laporannya, sejumlah bukti turut disertakan. “Ada DPA, SPM, SP2D, ada pencairan termin pertama sampai termin terakhir pembangunanbkantor kejaksaan ada fotonya. Kami turun ke lokasi,” papar Joey.
Sementara laporan ke KPK terkait Kabupaten Biak Numfor adalah dugaan gratifikasi kepada salah satu partai politik yang terjadi pada tahun 2020. Pengaduan ini disertai bukti transfer Bank Mandiri dan rekaman suara terkait gratifikasi tersebut senilai Rp3,2 miliar.
KPK sendiri disebut mengapresiasi laporan ini, dan berjanji melakukan pendalaman.***MIOL