BI: Uang Palsu di UIN Makassar Kualitas Rendah, Mudah Dicek Pakai Cara 3D

Ekonomi53 Dilihat

JAKARTA || Bank Indonesia (BI) menanggapi terkait temuan uang palsu di UIN Makassar, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Uang palsu itu diklaim memiliki kualitas sangat rendah.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim mengatakan kualitas uang palsu di UIN Makassar sangat rendah dan mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang). Hal itu berdasarkan hasil penelitian BI dari sampel barang bukti.

“Berdasarkan penelitian BI atas sampel barang bukti, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah dan sangat mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D,” kata Marlison dalam keterangan tertulis, Selasa (31/12/2024).

Marlison menyebut uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa. Ia mengklaim tidak ada pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.

“Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang. Tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, a.l. benang pengaman, watermark dan electrotype. Gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa,” ucapnya.

Marlison menilai uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah, hingga pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna dan bentuk dengan uang Rupiah asli. Meski begitu, masyarakat tetap perlu berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan cara 3D yang dapat diakses pada website BI pada https://www.bi.go.id/id/rupiah/gambar-uang/Default.aspx.

Sementara itu, polisi menilai uang palsu yang diproduksi di UIN Makassar kualitasnya hampir sempurna. Sebab, ada tanda air jika dipindai menggunakan sinar ultraviolet.

“Memang hampir sempurna, hampir sempurna. Kemarin habis press rilis juga, dipakai ultraviolet itu ada tanda air,” kata Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono dalam konferensi pers dilansir detikSulsel.

Menurut Yudhiawan, tanda air itu membuat kondisi uang palsu nyaris sama seperti uang asli. Hal ini membuat banyak orang awam sulit mendeteksinya.

“Itu yang bagi masyarakat yang awam mungkin, wah, ini beneran padahal sebenarnya itu uang palsu,” tutur Yudhiawan.

Sanksi Jika Rusak-Palsukan Uang

Berdasarkan data BI, temuan uang palsu menunjukkan tren menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini, di samping terus digalakkannya edukasi cara mengenal ciri keaslian uang Rupiah secara masif.

Sepanjang 2024, rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar), atau menurun dari 2022 dan 2023 yang tercatat 5 ppm, 2021 tercatat 7 ppm, dan 2020 tercatat 9 ppm.

Berkenaan dengan informasi di media sosial terkait cara menguji keaslian uang Rupiah, masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat merusak uang seperti membelah uang. Sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun (baik masih layak edar ataupun sudah lusuh) memang dapat dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu.

Membelah uang Rupiah merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana. Pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.

BI juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah. Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.

Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50 miliar.

“Menghimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga dan merawat uang Rupiah dengan baik guna memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah. Untuk itu, masyarakat agar senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi. Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara kontinu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, termasuk melalui konten media sosial dan website BI,” tegas Marlison.***DTK