KOMISI VIII DPR RI meminta agar BPKH saat ini mengikuti paradigma baru Arab Saudi, bahwa haji bukan hanya sekadar ibadah, tapi juga bisa menjadi ruang bisnis.
DPR juga mengaku kecewa terhadap Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) karena hingga saat ini BPKH masih belum bisa melaporkan keuangan haji secara gamblang kepada publik.
“(BPKH) saat ini membiarkan pandangan pakar bahwa saat ini keuangan haji kolaps. Padahal, di 2020 dan 2021 kita sudah menyimpan nilai manfaat haji ada Rp9,2 triliun dan Rp10 triliun dari dua kali haji tidak diberangkatkan. Itu sudah jadi simpanan kita,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (9/2).
Selain itu, pada 2022, pemberangkatan jemaah haji hanya menggunakan dana nilai manfaat setengahnya. Tidak sepenuhnya. Karenanya, menurut pandangan dia semestinya pada 2023 ini pemerintah masih memiliki ruang untuk mengalokasikan dana haji dengan subsidi dan mengedepankan keberpihakan pada masyarakat.
Ia juga meminta agar BPKH saat ini mengikuti paradigma baru Arab Saudi, bahwa haji bukan hanya sekadar ibadah, tapi juga bisa menjadi ruang bisnis.
Baca juga: DPR Minta Garuda Turunkan Harga Tiket untuk Jemaah Haji 2023
“Tidak apa-apa kalau mau ikut paradigma Saudi, di mana ruang-ruang bisnis itu BPKH ikut. Umpamanya di penerbangan, hotel, katering, bahkan saya kira Masyair bisa ikut juga di sana. Kalau BPKH bisa melakukan investasi langsung, maka dua digit itu gampang sekali untuk mendapatkan nilai,” beber Marwan.
Ia menegaskan bahwa DPR RI ingin agar biaya haji proporsinya 70% dari subsidi pemerintah dan 30% dibebankan pada masyarakat. Pasalnya, saat ini ia meyakini bahwa jemaah haji bukan hanya masyarakat yang berada dalam kategori mampu saja, tapi juga banyak yang tidak mampu.
“Jadi kalau kita menyebbutkan orang istoah saja berangkat, ngapain kita urusi haji ini? Travel-travel haji kan banyak. Prinsip itulah yang dipandang DPR komisi VIII ini sisi melayani ini penting yang harus kita lakukan,” pungkas dia.***WASGO
EDITOR: ADI SISWOYO WASGO