Singapura Dinobatkan Jadi Negara ‘Blue Zone’ 2.0, Apa Sih Artinya?

Ragam1514 Dilihat

SINGAPURA || Singapura baru saja dinobatkan sebagai negara ‘Blue Zone’ ke-6 di dunia. Artinya, Singapura dianggap sebagai salah satu kota dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia.

Singapura ditambahkan ke dalam daftar pada bulan Agustus oleh Dan Buettner, seorang American National Geographic Fellow dan penulis buku terlaris New York Times yang telah mempelajari Blue Zone selama lebih dari dua dekade.

Apa Sih Blue Zone Itu?
Blue Zone atau Zona Biru pada dasarnya adalah wilayah di mana penduduk lanjut usia berkembang dengan vitalitas luar biasa. Istilah ini mengacu pada wilayah geografis yang masyarakatnya memiliki tingkat penyakit kronis yang rendah dan hidup lebih lama dibandingkan di tempat lain.

Dikutip dari Healthline, ‘Blue Zone’ pertama kali digunakan oleh penulis Dan Buettner, yang mempelajari wilayah di dunia yang warganya berumur sangat panjang. Disebut ‘Blue Zone’ karena ketika Buettner dan rekan-rekannya mencari area ini, mereka menggambar lingkaran biru di sekelilingnya pada peta.

Satu hal yang umum di ‘Blue Zone’ adalah bahwa mereka yang tinggal di sana sebagian besar mengonsumsi 95 persen pola makan nabati. Meskipun sebagian besar kelompok bukan vegetarian ketat, mereka hanya cenderung makan daging sekitar lima kali sebulan.

Negara Blue Zone lainnya adalah Okinawa (Jepang), Ikaria (Yunani), Sardinia (Italia), Nicoya (Kosta Rika) dan Loma Linda, (California).

Kunci Umur Panjang Warga Blue Zone
Warga yang hidup di area Blue Zone dipercaya memiliki pola makan dan gaya hidup yang sehat sehingga mereka bisa berumur panjang. Salah satunya yakni membatasi jumlah kalori harian.

Misalnya, penelitian di Okinawa menunjukkan bahwa sebelum 1960an, masyarakat di wilayah tersebut mengalami defisit kalori, yang berarti mereka mengonsumsi lebih sedikit kalori daripada yang dibutuhkan, yang mungkin berkontribusi terhadap umur panjang mereka.

Selain itu, masyarakat Okinawa cenderung mengikuti aturan 80 persen, yang mereka sebut “hara hachi bu.” Artinya, mereka berhenti makan saat merasa kenyang 80 persen, bukan kenyang 100 persen.

Hal ini mencegah mereka mengonsumsi terlalu banyak kalori, yang dapat menyebabkan penambahan berat badan dan penyakit kronis.

Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa makan secara perlahan dapat mengurangi rasa lapar dan meningkatkan rasa kenyang, dibandingkan makan dengan cepat.***DTK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *