RI & Malaysia Sepakat Kelola Bersama Harta Karun Migas di Ambalat

Ekonomi2 Dilihat

JAKARTA || Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim sepakat untuk bekerja sama dalam pengelolaan Blok Ambalat yang berlokasi di Laut Sulawesi. Adapun kawasan yang kaya akan minyak bumi dan gas (migas) ini telah mengalami sengketa batas wilayah sejak lebih dari lima dekade lalu.

Prabowo mengatakan, ia dan Anwar Ibrahim di bidang bilateral membahas tentang kerja sama di lingkup perdagangan hingga pendidikan. Keduanya telah sepakat bahwa Indonesia-Malaysia akan mempercepat kerja sama di semua bidang.

Indonesia-Malaysia juga berkomitmen untuk bekerja keras menyelesaikan hal-hal yang telah menjadi masalah kedua negara. Salah satunya ialah masalah perbatasan yang telah menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bertahun-tahun lamanya.

“Sebagai contoh kita sepakat hal-hal yang masalah perbatasan yang mungkin memerlukan waktu lagi untuk menyelesaikan secara teknis. Tapi prinsipnya kita sepakat untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua pihak,” kata Prabowo, dikutip dari siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (27/6/2025).

Prabowo pun mencontohkannya dengan masalah Blok Ambalat di perairan Sulawesi. Keduanya sepakat bahwa sambil menyelesaikan masalah-masalah hukum, RI-Malaysia juga mulai dengan kerja sama ekonomi pengembangan bersama atau joint development.

“Sambil kita saling menyelesaikan masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development. Apapun yang kita ketemu di laut itu kita akan bersama-sama mengeksploitasi-nya. Jadi kita sepakat bahwa kita ini harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan rakyat kita masing-masing,” terang Prabowo.

Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim mengatakan, baik Malaysia maupun RI masing-masing memiliki tanggung jawab untuk mengangkat martabat negara, ekonomi, investasi, perdagangan, hingga pendidikan.

“Ini adalah untuk menjadikan hubungan ini agak significant dan special. Hubungan ini boleh mendekatkan dan menyelesaikan semua isu-isu yang berbangkit, termasuk isu maritim, isu sempadan,” ujar Anwar Ibrahim.

Selaras dengan itu, menurutnya diperlukan langkah agar kedua negara masih dapat menyelesaikan masalah sengketa, namun di saat yang bersamaan bisa tetap mengoptimalkan sumber daya yang ada bersama-sama. Dalam kasus Blok Ambalat sendiri yakni melalui kerja sama joint development.

“Kalau nampaknya masih buntu sedikit perundingan, dari segi hukum dan peraturan undang-undang, maka tidak ada halangan untuk kita segerakan kerjasama ekonomi. Termasuk yang disinggung tadi, joint development authority,” ujarnya.

Menurut Anwar Ibrahim, persoalan tersebut masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk selesai secara tuntas, bahkan bisa hingga dua dekade lagi. Oleh karena itu, waktu dimanfaatkan dengan optimal agar kedua negara juga bisa segera menuai hasil.

Sebagai informasi, Ambalat sendiri merupakan area perairan seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, berdekatan dengan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.

Wilayah tersebut telah menjadi area konflik antara Indonesia dengan Malaysia sejak lama. Hal ini salah satunya mengingat Blok Ambalat memiliki potensi kekayaan laut yang luar biasa, terutama cadangan migas.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, satu titik tambang di Ambalat yang menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Ini hanya sebagian kecilnya, mengingat Ambalat sendiri punya titik tambang setidaknya 9 titik. Disebut-sebut kandungan migasnya bisa dimanfaatkan hingga 30 tahun.

Sengketa Blok Ambalat bahkan telah terlihat sejak tahun 1979. Pada kala itu, Malaysia memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di perairan Ambalat sebagai titik pengukuran zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka. Dalam peta itu, Ambalat pun diklaim milik Malaysia, hingga memancing protes dari Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia tetap tegas menyatakan Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya. Adapun dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah diratifikasi RI dan tercantum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1984, Ambalat juga diakui dunia sebagai milik Indonesia.

Meski demikian, aktivitas kapal perang dan pesawat tempur Malaysia masih terus berlangsung di kawasan tersebut. Bahkan sempat terjadi ketegangan serius pada tahun 2005 di mana Angkatan Laut RI dan Malaysia sama-sama dalam kondisi siap tempur.

Meskipun berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan antara Malaysia dengan Indonesia, hingga kini konflik Blok Ambalat belum sepenuhnya tuntas. Namun kini RI dan Malaysia telah sepakat menyelesaikannya secara kekeluargaan.***DTK