TEL AVIV || Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah memberikan persetujuan terhadap rencana militer Tel Aviv melancarkan operasi darat di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Rafah kini menjadi tempat berlindung sebagian besar penduduk Gaza yang menghindari gempuran militer Israel.
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (16/3/2024), persetujuan Netanyahu itu diumumkan oleh kantor PM Israel dalam pernyataannya pada Jumat (15/3) waktu setempat. Netanyahu sebelumnya ngotot akan menyerang Rafah meskipun tekanan internasional, termasuk Amerika Serikat (AS), menyerukan sebaliknya.
“Netanyahu telah menyetujui rencana aksi di Rafah,” sebut kantor PM Israel dalam pernyataannya, tanpa memberikan informasi lebih detail atau batas waktu rencana aksi tersebut.
Pernyataan kantor PM Israel itu juga menyerukan pasukan militer Israel untuk “bersiap bagi sisi operasional dan bagi evakuasi penduduk”.
Rafah merupakan pusat populasi terakhir yang pernah belum menjadi sasaran serangan darat selama perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Perang itu dipicu oleh serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu. Laporan para pejabat Tel Aviv menyebut sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan Hamas tersebut.
Lebih dari 250 orang lainnya, baik warga Israel maupun warga negara asing, disandera oleh Hamas di Jalur Gaza. Saat ini diyakini oleh Tel Aviv bahwa masih ada sekitar 130 sandera yang ditahan di Jalur Gaza, termasuk 32 orang yang diperkirakan sudah tewas.
Rentetan serangan yang dilancarkan Israel untuk membalas Hamas telah memicu kehancuran dan banyak kematian di Jalur Gaza. Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 31.490 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, tewas akibat serangan-serangan Israel selama lima bulan terakhir..
Presiden AS Joe Biden, yang mendukung Israel dalam perang tersebut, mengatakan baru-baru ini bahwa invasi darat pasukan Israel ke Rafah akan menjadi “red line” tanpa adanya rencana yang kredibel bagi perlindungan warga sipil.
Sementara kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilaporkan kantor berita WAFA, “menyatakan keprihatinan mendalam atas serangan militer Israel yang akan segera terjadi di Rafah, yang bisa mengakibatkan pembantaian baru dan pengungsian lebih lanjut warga Palestina di Gaza”.
“Kepresidenan menggarisbawahi pentingnya intervensi cepat, baik oleh pemerintah AS maupun komunitas internasional untuk mencegah serangan militer ini, yang bisa menambah penderitaan besar rakyat Palestina,” cetus kantor Presiden Abbas dalam pernyataannya.***DTK