Netanyahu Cekcok dengan Menhan Israel Soal Sandera di Gaza

Ragam726 Dilihat

TEL AVIV || Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant saling melemparkan kritikan atas terhentinya perundingan mengenai kesepakatan gencatan senjata, yang akan membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

Seperti dilansir AFP, Selasa (13/8/2024), perselisihan terbaru antara Netanyahu dan Gallant ini terungkap setelah pernyataan yang disampaikan sang Menhan Israel dalam pertemuan tertutup dengan komite parlemen bocor ke media massa.

“Alasan mengapa kesepakatan (pembebasan) sandera terhenti adalah sebagian karena Israel,” ucap Gallant saat berbicara dalam pertemuan privat dengan komite parlemen Israel, pada Senin (12/8) waktu setempat.

Pernyataan Gallant itu bocor ke publik dan dilaporkan oleh media-media lokal Israel, termasuk televisi Kan.

Dalam pertemuan itu, seperti dilaporkan televisi Kan, Gallant membahas soal opsi yang dihadapi Israel antara perjanjian gencatan senjata yang bisa mengakhiri konflik di utara wilayahnya dengan kelompok Hizbullah dan mengakhiri perang di Jalur Gaza dengan Hamas, atau tindakan yang semakin meningkatkan perang.

“Saya dan lembaga pertahanan mendukung opsi pertama,” tegas Gallant, yang menyebut hal itu lebih baik daripada bicara soal “kemenangan total dan segala hal yang tidak masuk akal” — yang merujuk pada istilah yang sering diucapkan oleh Netanyahu dalam pidatonya.

Beberapa jam setelah ucapan Gallant bocor ke media, Netanyahu membalas dengan pernyataan yang dirilis oleh kantor PM Israel. Dalam responsnya, Netanyahu menuduh Gallant telah membahayakan kesepakatan untuk menjamin pembebasan para sandera di Jalur Gaza.

“Ketika Gallant mengadopsi narasi anti-Israel, dia merusak peluang untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera,” ucap Netanyahu dalam pernyataannya.

Dia menuding pemimpin politik Hamas yang baru, Yahya Sinwar, sebagai orang “yang telah dan masih menjadi satu-satunya hambatan bagi kesepakatan (pembebasan) sandera”.

Netanyahu juga menegaskan bahwa satu-satunya opsi Israel adalah “mencapai kemenangan total” yang berarti “mewajibkan semua orang — termasuk Gallant”.

Merespons Netanyahu, Gallant membela dirinya dalam postingan media sosial X dengan mengatakan bahwa selama pengarahan privat dengan komite parlemen Israel itu, dirinya telah “menekankan bahwa (dirinya) bertekad untuk mencapai tujuan perang dan melanjutkan pertempuran”.

Dia juga mengecam apa yang disebutnya sebagai “kebocoran tiada henti” sejak awal perang berkecamuk tahun lalu, termasuk yang terjadi pada Senin (12/8).

Hamas turut mengomentari cekcok yang terjadi antara Netanyahu dan Gallant tersebut. Salah satu pemimpin senior Hamas, Izzat al-Rishq, mengatakan bahwa “pengakuan Gallant … mengonfirmasi apa yang selalu kami katakan”.

“Netanyahu berbohong kepada dunia dan keluarga para sandera, dia tidak peduli dengan nyawa para sandera dan tidak ingin mencapai kesepakatan,” sebutnya.

Para pejabat Hamas, sejumlah analis dan para pengkritik di Israel menuduh Netanyahu berupaya memperpanjang pertempuran di Jalur Gaza demi keuntungan politik.

Pada akhir Juli lalu, media-media lokal Israel melaporkan bahwa Gallant mengkritik kurangnya kesepakatan untuk menjamin pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza sejak serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Serangan itu dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang, yang kebanyakan warga sipil, dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera Hamas di Jalur Gaza.

Dengan puluhan sandera dibebaskan selama gencatan senjata singkat pada November tahun lalu, saat ini diyakini 111 sandera masih ditahan di Jalur Gaza, termasuk 39 orang yang diyakini tewas oleh militer Israel.

Rentetan serangan militer Israel terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, telah menewaskan sedikitnya 39.897 orang.***DTK