Modus Pelaku TPPO Pekerja Migran Ilegal: Dari yang Canggih hingga ‘Biasa’

Kriminal27 Dilihat

PEKAN BARU || Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengungkap modus operandi yang dilakukan oleh jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri. Dari cara yang canggih hingga yang ‘biasa’ atau tradisional.

Hal ini disampaikan oleh Menteri P2MI Abdul Kadir Karding saat mengikuti konferensi pers kasus TPPO di Mapolda Riau, Kamis (17/7/2029). Mulanya, Karding menyebutkan pengiriman pekerja migran non-prosedural dilakukan dari berbagai pintu melalui perairan hingga pelabuhan udara.

“Dengan berbagai macam modus. Sekarang modusnya lebih canggih lagi. Kalau yang ini (yang diamankan Polda Riau) masih tradisional,” kata Karding.

Modus canggih yang dimaksud Karding yakni sindikat yang memberangkatkan pekerja migran dengan modus menggunakan visa turis hingga ziarah, seperti yang dilakukan jaringan untuk pengiriman ke Arab Saudi.

“Canggihnya adalah merek pakai visa turis, visa ziarah lalu didandani, dipersiapkan seakan-akan jadi turis mengunjungi keluarga, berwisata dan lain-lain. Tapi, aslinya mereka ini sebenarnya mereka adalah sindikat untuk bekerja,” kata dia.

Kementerian P2MI sendiri telah melakukan upaya pencegahan. Namun, menurutnya pencegahan saja tidak cukup dan oleh karena itu perlu adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

Kondisi ini terjadi karena Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

“Karena kita tahu di perbatasan-perbatasan, di pelabuhan-pelabuhan udara orang berangkat tiap hari bisa ratusan sampai ribuan orang. Di Jakarta yang berangkat ke Arab saja tiap hari dugaannya sampai 200 orang, tiap hari,” katanya.

“Dan yang gila adalah mereka diduga dipungut uang sebanyak Rp 900 ribu per orang untuk handling, di luar biaya lain artinya satu malam Rp 18 miliar, sama dagang narkoba sama itu. Itu baru Soekarno-Hatta belum Belawan, belum Jawa Timur, belum Batam dengan berbagai macam modus,” sambungnya.

Seperti diketahui, Polda Riau baru-baru ini mengamankan sebanyak 58 korban calon pekerja migran non-prosedural yang akan dikirimkan ke Malaysia. Dari kasus ini, Polda Riau mengamankan sebanyak 11 orang tersangka, di mana dua di antaranya adalah pasangan suami istri.

“Sebelas tersangka, (terdiri dari) laki-laki 10 dan perempuan 1. Kemudian korban ada 58 orang, terdiri dari 44 laki-laki dan 14 perempuan,” kata Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan.

Dari sebelas tersangka, dua di antaranya merupakan pasangan suami-istri, suami berinisial DS (32) dan istri berinisial NR (29)yang berperan sebagai penjemput para korban di Terminal Bus, sekaligus mengantar korban ke tempat penampungan. Keduanya merupakan sindikat TPPO yang ditangkap di Kabupaten Bengkalis.

“Tempat penampungannya di hutan mangrove di Pulau Rupat,” imbuhnya.

Secara terpisah, Direktur Reskrimum Polda Riau Kombes Asep Darmawan menyampaikan para korban tersebut berasal dari berbagai daerah, antara lain dari Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Medan, dan Banten. Mereka tergiur karena diimingi pekerjaan dengan gaji berkali lipat.

“Jadi mereka ini ada yang mau bekerja di kebun sawit, di restoran, macam-macam. Mereka tergiur karena diiming-imingi gaji 3-4 kali lipat,” ucapnya.

Dari total 11 tersangka yang diamankan itu, mereka diamankan dari dua lokasi, yakni di Jalan Arifin Ahmad Kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai; dan di Pulau Rupat, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Berikut peran sebelas tersangka tersebut.***DTK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *