KPK Sudah Sita Lebih dari Rp100 Miliar dari Kasus Suap Lukas Enembe

Kriminal550 Dilihat

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kasus yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe bukan cuma penerimaan suap Rp1 miliar. Sebab, aset yang disita sudah lebih dari Rp100 miliar.

“Faktualnya, hari ini, kami sudah menyita kurang lebih Rp100 miliar,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dalam telekonferensi, dikutip Minggu (26/3).

Kabar penerimaan suap Rp1 miliar ini dicetuskan kuasa hukum Lukas saat membeberkan penetapan tersangka ke publik. Namun, dalam perjalanannya, KPK menemukan banyak aset yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Barang yang disita berupa uang tunai, emas batangan sampai kendaraan. KPK, saat ini, tengah fokus menguatkan pembuktian.

“Saat ini kami masih fokuskan untuk membuktikan pasal suap dan gratifikasi yang bermula dari Rp1 miliar. Saat ini, kami sudah melakukan penyitaan lebih dari Rp100 miliar,” ucap Ali.

Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.

KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.

Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.

Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *