Keterwakilan 30% Perempuan dalam Politik Harus Partisipatif Aktif

Politik1336 Dilihat

BAKAL calon legislatif (Bacaleg) DPR RI dari Partai PAN, Okta Kumala Dewi, menyampaikan kebijakan afirmatif 30% keterwakilan perempuan dalam politik penting untuk diperjuangkan.

Namun lebih jauh ia menyebut bahwa lebih penting partisipasi aktif perempuan dalam politik. Hal ini ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam acara Woman Talkshow pada Senin (27/3).

Woman Talkshow dengan tema “Kuota 30 persen, Representatif atau Partisipatif” ini diadakan oleh Korps HMI Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Gedung Nusantara V, Kawasan DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Baca juga: Media Sosial dan Pendidikan Politik Perempuan

Mewakili dari sebagai politikus PAN yang akan maju dalam pemilihan legislatif 2024 di daerah pemiihanl 3 Banten, Okta menyebutkan bahwa pelibatan perempuan secara substantif dalam politik sangat diperlukan.

Ia juga menyebutkan bahwa di partai PAN sendiri, kebijakan afirmatif didukung penuh bahkan dalam AD ART Partai.

PAN Telah Menempatkan kader Perempuan 30% di DPP dan DPW

“Dalam Anggaran Rumah Tangga Partai PAN khususnya pasal 71 tentang Penempatan Kader di Kepengurusan, jelas menyatakan sikap partai PAN yang diharuskan menempatkan kader perempuan 30 % di DPP dan DPW,” kata perempuan yang berasal dari dunia bisnis ini.

Dalam kesempatan yang sama, Okta juga menceritakan program kerja Perempuan PAN (PUAN) Kota Tangsel yang baru saja Rakerda pada bulan Februari lalu.

Talkshow yang berlangsung secara hybrid ini juga dihadiri mahasiswa dan kelompok organisasi Cipayung Plus, LSM, Ketua BEM Perempuan Seluruh Indonesia, Ketua Bidang PP Seluruh Indonesia, Kader HMI Seluruh Indonesia, serta Dosen dan Aktivis Perempuan Muda Indonesia.

Perempuan Turut Ambil Peran dalam Ranah Publik

Di Hadapan ratusan peserta di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Ketua Pelaksana Masnia Ahmad mengatakan kegiatan tersebut bertujuan merefleksikan kaum perempuan untuk mengambil peran di ranah publik dalam hal ini bidang politik dalam kuota 30% tersebut.

“Kegiatan ini mendiskusikan kuota 30% partisipasipPerempuan di bidang politik, apakah sekadar partisipasi atau sudah merepresentasikan kapasitas perempuan,” jelas Masnia.

Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga (HAL) Kohati PB HMI, Nurmaida Saana sebagai bidang yang menginisiasi talkshow politik ini mengatakan bahwa perempuan sama halnya dengan kaum laki-laki yang mempunyai kualifikasi di ranah politik.

“Kualifikasi kita adalah bukan sesama perempuan tetapi kaum laki-laki, dan posisi kita dengan mereka sebagai mitra sejajar,” ujarnya.

Meski kuota 30% ini belum tercapai di Indonesia, namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahwa negara demokrasi ini sudah lebih unggul.

Hanya 20,8% Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Hal ini dapat dijelaskan Ketua Umum Kohati PB HMI Umiroh Fauziah, dilihat dari banyaknya kursi-kursi di parlemen yang digawangi oleh kaum perempuan.

“Representasi atau keterwakilan, hanya terhitung 20,8% dari kalangan perempuan. Apakah kuota 30% ini bukan hanya sekedar sistem yang mengatur sehingga tataran pusat baru mencapai 20%,” jelasnya.

“Belum tercapainya keterwakilan perempuan di Indonesia sudah lebih unggul dibanding negara lain, seperti pernah adanya presiden perempuan dan menteri perempuan,” kata Umiroh.

Sehingga dengan kuota 30% ini, perempuan lanjut Umiroh Fauziah memiliki tiga peluang untuk dapat dipilih ketika menjadi kandidat di pesta politik.

Ketiga peluang tersebut diantaranya sumber daya manusia dari kaum perempuan secara kuantitas sebagian besar dari kalangan terdidik, dan menyadari pentingnya terjun ke dunia politik.

Peluang lainnya adalah perempuan berada di kontestasi politik merupakan amanah undang-undang yang harus dijalankan dan kuota persentase perempuan mengutamakan kualitas daripada kuantitas.

Perempuan Hanya Objek Politik

Ketua Umum PB HMI Raihan Aryatama pun mengamini pernyataan Umiroh Fauziah. Ia melihat bahwa banyak kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan namun hanya menjadi objek politik.

“Banyak sekali kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan. Tapi faktanya, kelompok itu hanya sebagai objek politik. Maka harapannya Kohati dan kelompok Cipayung dapat mengubah paradigma itu,” ujarnya.

Diskusi yang merupakan tindak lanjut dari program “Perempuan Inspiratif” oleh Bidang HAL Kohati PB HMI ini menghadirkan narasumber yang berkompeten dan berpengalaman di bidang politik dan akademisi.

Dengan dipandu Presenter TV One Balques Manisang, para narasumber diantaranya Senator DPD RI Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, Anggota Komisi X DPR RI Hj. Himatul Aliyah, S.Sos, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Euis

Amaliah, M.Ag, Anggota Komisi XI DPR RI Putri Anetta Komarudin, Politisi PAN Okta Kumala Dewi SE., M.Ak, Koordinator Presidium Majelis Forhati Nasional Cut Emma Mutia Ratna Dewi, SH., MH, dan Presidium Majelis Forhati Nasional Wa Ode Nurhayati berbagi pandangan terkait tema yang diangkat.***MIOL

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *