Ketabahan Warga Gaza Sambut Ramadan Saat Perang: Kami Sudah 5 Bulan Puasa

Ragam190 Dilihat

GAZA || Warga Palestina menyambut datangnya bulan suci Ramadan dalam suasana suram, terutama di Jalur Gaza yang terus dilanda perang antara Israel dan Hamas yang kini berpotensi memicu bencana kelaparan. Situasi semakin memburuk dengan perundingan membahas gencatan senjata di Jalur Gaza terhenti sementara.

Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/3/2024), harapan untuk gencatan senjata, yang memungkinkan Ramadan dijalani dengan penuh kedamaian, tampaknya berujung kekecewaan, dengan perundingan yang berlangsung di Kairo, Mesir, terhambat.

Situasi di Jalur Gaza semakin memprihatinkan, dengan separuh dari 2,3 juta jiwa penduduknya berlindung di Rafah untuk menghindari gempuran Israel. Banyak dari mereka yang tinggal di bawah tenda plastik dan menghadapi kekurangan makanan yang parah, suasananya juga dipenuhi kemuraman.

Dalam kondisi seperti itu, warga Gaza menghadapi bulan suci Ramadan di mana mereka akan menahan diri dari makan dan minum dari fajar hingga senja selama sebulan lamanya. Situasi serupa telah mereka jalani selama perang berkecamuk sejak Oktober tahun lalu, atau selama lima bulan terakhir.

“Kami tidak melakukan persiapan apa pun untuk menyambut Ramadan karena kami telah berpuasa selama lima bulan,” tutur salah satu warga Gaza bernama Maha, yang seorang ibu dari lima anak.

Saat Ramadan sebelumnya, Maha biasanya memenuhi rumahnya dengan dekorasi dan mengisi kulkasnya dengan pasokan makanan untuk berbuka puasa bersama keluarga. Namun kini, Maha sulit mendapatkan makanan untuk keluarganya.

“Tidak ada makanan, kami hanya punya makanan kaleng dan nasi, sebagian besar makanan dijual dengan harga yang sangat mahal,” ujar Maha melalui aplikasi chat dari tempatnya dan keluarganya berlindung di Rafah.

Kepala badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina, atau UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa bulan Ramadan seharusnya “menghasilkan gencatan senjata bagi orang-orang yang paling menderita”.

Namun sebaliknya, sebut Lazzarini, bagi warga Gaza “Ramadan terjadi ketika kelaparan ekstrem menyebar, pengungsian terus berlanjut dan ketakutan juga kecemasan muncul di tengah ancaman operasi militer di Rafah”.

Kendati demikian, bagi banyak warga Gaza, tidak ada pilihan lainnya selain mengharapkan perdamaian segera terwujud. Mereka memilih untuk menyambut datangnya Ramadan di tengah perang dengan ketabahan dan kesabaran.

“Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, walaupun faktanya tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, namun kita tetap tabah dan sabar, dan kita akan menyambut bulan Ramadan seperti biasa, dengan dekorasi, lagu-lagu, dengan doa, puasa,” ucap Nehad El-Jed yang mengungsi bersama keluarganya di Gaza.

“Ramadan mendatang, kami mendoakan Gaza akan kembali, semoga segala kehancuran dan pengepungan di Gaza akan berubah, dan semua kembali dalam kondisi yang lebih baik,” cetusnya.***DTK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *