JAKARTA || Mantan Caleg DPR dari PPP, Muhamad Zainul Arifin, mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Dia meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi anggota legislatif hanya boleh menjabat dua periode.
Dilihat dari situs MK, Senin (28/10/2024), permohonan tersebut telah didaftarkan pada Rabu (23/10). Zainul mengajukan gugatan terhadap Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) UU MD3.
Dalam permohonannya, Zainul mengatakan dirinya merupakan caleg DPR dari PPP yang berlaga di Dapil DKI Jakarta II saat Pemilu 2024. Dia gagal lolos ke DPR karena hanya mendapat 2.923 suara serta PPP tak lolos ambang batas parlemen.
Dia mempermasalahkan dirinya harus bersaing dengan caleg-caleg petahana. Menurutnya, kursi DPR didominasi oleh ‘wajah lama’.
“Dalam aktivitas pencalonan tersebut, Pemohon harus bersaing dengan para calon legislatif lain yang merupakan ‘wajah lama’ atau calon petahana pada keanggotaan parlemen. Pada faktanya, Pemohon merasakan pemilihan legislatif anggot DPR-RI dari waktu ke waktu kental didominasi oleh orang-orang lama yang sudah menduduki jabatan sebelumnya,” ucapnya.
Dia memasukkan data CSIS yang menyebut 56,4% calon anggota DPR terpilih merupakan orang yang pernah menjabat di DPR sebelumnya. Sementara, 43,6% merupakan pendatang baru.
“Kondisi demikian didorong oleh keberlakuan pasal a quo yang diujikan konstitusionalitasnya tidak memberikan kepastian hukum terkait masa jabatan seorang anggota parlemen dapat mencalonkan kembali pada jabatan yang sama untuk setelahnya. Akibatnya, ketidakpastian hukum tersebut berujung pada tidak adanya batasan terhadap periodesasi anggota parlemen,” ujarnya.
Dia mengatakan tidak adanya pembatasan periode jabatan anggota legislatif telah merugikan hak konstitusionalnya. Dia mengatakan harusnya anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dibatasi hanya dua periode.
“Sejumlah pasal a quo hanya memuat ketentuan masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Ketentuan tersebut jelas mengandung ketidakpastian hukum karena tidak memuat ketentuan ihwal periodesasi pencalonan anggota DPR dapat menduduki jabatan yang sama untuk periode selanjutnya. Akibatnya, periodesasi menjadi tidak terbatas di mana seorang anggota DPR dapat menduduki jabatan yang sama hingga akhir hayatnya sekalipun,” ujarnya.
Berikut petitum dalam gugatannya:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 76 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dimaknai “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”;
3. Menyatakan Pasal 252 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dimaknai “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”;
4. Menyatakan Pasal 318 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dimaknai “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”;
5. Menyatakan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dimaknai “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”;
Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).***DTK