JAKARTA || Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Basarnas, Kamil, mengaku membuka rekening atas nama ponakannya. Kamil mengatakan rekening itu dipinjam Rudy untuk menerima sejumlah uang ‘insidentil’.
Hal ini disampaikan Kamil ketika dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle (RSV) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2024).
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, mantan Kasubdit Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014 Anjar Sulistiyono, serta Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta.
Kamil mengaku membuat rekening itu atas permintaan Rudy Hendro Satmoko selaku Dirsarpras Basarnas. Dia mengatakan rekening itu dibuka di tahun 2012.
“Eliza itu keponakan saya. Kebetulan saat Pak Rudy Hendro Satmoko diangkat sebagai KPA oleh Kabasarnas, dia bilang, ‘Mas bantu aku minjem rekeningnya’. Ya udah, akhirnya saya ajak ponakan buka rekening, nomornya dibawa staf Pak Rudy, yaitu Ir Ikbal, tapi almarhum sekarang,” kata Kamil saat bersaksi.
Hakim lalu mendalami tujuan pembuatan rekening tersebut. Kamil mengatakan Rudy meminta membuat rekening itu untuk kebutuhan mendesak atau operasional insidentil.
“Kepentingan apa Anda membuka itu. Atas nama Eliza Afriati?” tanya hakim.
“Saya nothing to lose diminta tolong sama Dirsarpras Rudi Hendro Satmoko, Laksamana Pertama,” jawab Kamil.
“Keperluan untuk apa?” cecar hakim.
“Untuk bantu. Dia bilang, ‘Mas kalau ada insidentil bisa naruh itu’. ‘Siap’. Sehingga rekeningnya dibawa staf Sarpras,” jawab Kamil.
Hakim lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Kamil yang menerangkan jika rekening itu digunakan untuk menampung setoran dari pemenang lelang proyek di Basarnas. Hakim juga mendalami Kamil tentang sumber uang yang masuk ke rekening tersebut.
“Di BAP ini Saudara menyampaikan bahwa itu digunakan untuk penampungan uang dari para rekanan yang dinyatakan sebagai pemenang di Basarnas?” cecar hakim.
“Izin Yang Mulia, justru itu saya tidak terima dengan kalimat itu. Izin Yang Mulia, rekening Eliza itu saya buka 2012 mati 2014, bukan menampung dana komando. Saya rekap itu cuma 2012-2014 itu kisaran Rp 15,5 miliar insidentil,” jawab Kamil.
“Ya sumber uangnya dari mana rekening itu?” tanya hakim.
“Saya nggak tahu. Saya tahunya setelah di KPK ditunjukkan,” jawab Kamil.
“Saya tanya uangnya dari mana saja?” cecar hakim.
“Izin Yang Mulia, saya nggak tahu kiriman dari mana saja, yang jelas masuk ke rekening, diambil serahkan ke bendahara,” jawab Kamil.
Sosok Rudy Hendro Satmoko ini juga muncul didakwaan terdakwa korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle (RSV). Rudy Hendri Satmoko selaku Direktur Sarpras Basarnas dalam dakwaan disebut menandatangani ToR Sarana SAR darat untuk pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle (RCV) tahun 2014 dengan harga satuan per unit sebesar Rp 650 juta.
Pada Oktober 2013, Rudy Hendro menandatangani ToR sarana SAR darat untuk pekerjaan pengadaan truk personel 4 WD tahun 2014 dengan harga satuan Rp 1,4 miliar.
Jaksa mengatakan pencairan untuk pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar). Namun, pada kenyataannya, yang digunakan hanya Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar).
“Bahwa dari pencairan uang pelaksanaan pekerjaan yang PT Trikarya Abadi Prima untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD tahun 2014 sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar) ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.055.380.000 (Rp 10 miliar),” ujar jaksa.
Selain itu, selisih sebesar Rp 33.160.112.500 (Rp 33,1 miliar) juga ditemukan pada pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle. Total pencairan untuk pekerjaan pengadaan itu sebesar Rp 43.549.312.500 (Rp 43,5 miliar) tapi yang digunakan hanya Rp 33.160.112.500 (Rp 33,1 miliar).
“Dan untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle tahun 2014 sebesar Rp 43.549.312.500 ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 33.160.112.500,00 (Rp 33,1 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200.000 (Rp 10,3 miliar) yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara seluruhnya sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar),” ujarnya.***DTK