DPR berpeluang menggunakan hak angket pada kasus transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun. Transaksi mencurigakan itu telah dikonfirmasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“DPR juga bisa menggunakan hak kedewanan termasuk hak angket,” kata anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto, Kamis (23/3).
Didik mengatakan penggunaan hak itu bisa dilakukan apabila DPR menemukan dan meyakini ada kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang pelaksanaannya diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, diperlukan konfirmasi oleh pihak terkait mengenai transaksi janggal tersebut.
Komisi III DPR akan mendengarkan penjelasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terkait transaksi tersebut pada Rabu, 29 Maret 2023. Komisi III sejatinya telah rapat dengan Kepala PPATK pada Selasa, 21 Maret 2023.
“Harapannya untuk menjadikan semuanya terang,” ujar Didik.
Politikus Partai Demokrat itu menilai penggunaan hak kedewanan tersebut menjadi hal yang lumrah dan perlu dimaksimalkan DPR. Terlebih, yang menyangkut kepentingan yang strategis dan berdampak luas.
“Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab khususnya di bidang pengawasan, jika dibutuhkan DPR dapat membentuk panitia khusus (pansus),” jelas Didik.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa juga sempat melontarkan untuk dibuat pansus terkait polemik transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun. Ia menilai pansus penting untuk membongkar secara tuntas mengenai transaksi tersebut.
“Baru lemparan dari saya, kalau memang signifikan kenapa tidak kita pansuskan saja agar semuanya lebih terbuka,” kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
Ia mengatakan pansus akan memberi ruang keterbukaan bagi Mahfud MD hingga PPATK. Termasuk kepada Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai yang disebut sebagai area tempat transaksi mencurigakan itu ditemukan.***MIOL