Dihantui Resesi Seks, Ini yang Ditakutkan Wanita di China sampai Ogah Punya Anak

Ragam408 Dilihat

CHINA || Imbas dihantui resesi seks, China mengalami penurunan populasi. Salah satu hal alasan banyak wanita di China enggan memiliki anak adalah tingginya biaya membesarkan anak, misalnya terkait sekolah.

“Saya tidak mampu membiayai anak-anak,” ucap Gloria Tok, seorang ibu berusia 30-an tahun asal China dikutip dari BBC, Sabtu (11/3/2023).

Gloria memperkirakan bahwa dirinya memerlukan setidaknya 2.400 dollar atau setara sekitar Rp 37 juta untuk membiayai hidup anak di China setiap bulannya. Padahal Gloria hanya bekerja sebagai guru sekolah dasar dengan pendapatan sekitar 873 dollar atau setara Rp 13,5 juta per bulan.

Sebagai anak satu-satunya di keluarga, Gloria mengatakan bahwa dirinya harus lebih fokus untuk membiayai cicilan dan menabung untuk orang tuanya yang sudah tua.

Data terbaru Pusat Penelitian Pengembangan dan Kependudukan China menunjukkan bahwa kebanyakan wanita di China hanya ingin memiliki satu anak saja atau tidak sama sekali. Persentase wanita di China yang tak memiliki anak meningkat dari 6 persen pada 2015 menjadi 10 persen pada 2020.

Selain itu, data menunjukkan bahwa wanita China pada usia subur memiliki keinginan yang lebih rendah untuk miliki anak dengan rata-rata jumlah anak yang sebelumnya 1,76 pada 2017 menjadi 1,64 pada 2021.

“China berbeda dengan negara-negara lain. Tidak hanya karena dikatakan rendah kesuburannya, tetapi keinginan untuk subur juga rendah,” ucap Dr Shuang Chen, asisten profesor Kebijakan Sosial dan Publik Internasional di London School of Economics and Political Science.

Di samping faktor ekonomi, ketatnya persaingan masyarakat juga menjadi latar belakang banyak wanita enggan memiliki anak. Pasalnya, persaingan tersebut umumnya dimulai bahkan ketika seorang anak baru lahir.

Orang tua akan berusaha memasukkan anaknya ke sekolah yang lebih baik, membeli rumah di daerah elit, dan memberikan les berbagai ekstrakulikuler pada anak.

“Saya tidak ingin membawa kehidupan baru (anak) ke dalam lingkungan persaingan yang kejam,” ucap Mia (22), seorang mahasiswi di China.

“Semua keperluan pendidikan ini butuh uang yang lebih. Jika saya tidak dapat menyediakan fasilitas terbaik untuk anak berkembang, mengapa saya harus melahirkan anak ke dunia ini?” sambungnya.

Karir menjadi salah satu alasan lain wanita di China tidak ingin memiliki anak. Dalam wawancara kerja, wanita biasanya akan ditanyai soal rencana untuk memiliki anak dalam beberapa waktu mendatang.

Jika mereka menjawab ‘ya’, maka peluang untuk orang tersebut mendapatkan pekerjaan akan menjadi lebih rendah. Bahkan peluang untuk mendapatkan promosi juga menurun.

“Keseimbangan hidup dan pekerjaan adalah faktor yang ditekankan oleh banyak wanita China yang berpendidikan tinggi ketika mempertimbangkan apakah mereka siap untuk memiliki bayi,” kata Dr Yun Zhou, asisten profesor sosiologi University of Michigan.

“Bekerja bagi mereka adalah tentang realisasi diri. Dalam pasar kerja yang penuh dengan diskriminasi gender, sulit untuk memilih antara karir atau memiliki anak,” pungkasnya.***DTK