JAKARTA || Bawaslu RI mulai mengendus dugaan pelanggaran netralitas menjelang Pilkada Serentak 2024. Bawaslu mengatakan pihaknya mengindikasi ada kepala desa (kades) yang tak netral.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam acara Rakor Pilkada Serentak 2024 di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku pada Rabu (26/6/2024). Acara diselenggarakan di Makassar, namun ditayangkan secara virtual melalui YouTube Kemenko Polhukam.
Bagja bahkan menyebut tindak pidana pemilihan di mana kepala desa melakukan tindakan menguntungkan salah satu paslon dan politik uang menjadi tren pada Pilkada Serentak 2020 silam.
“Yang tren (di Pemilu 2020) apa? Kepala Desa melakukan tindakan menguntungkan satu pasangan calon. Sekarang udah ada? Udah mulai bertebaran,” kata Bagja.
Namun, Bagja menyebut saat ini dugaan itu belum memenuhi unsur pidana karena belum ada calon kepala daerah yang ditetapkan oleh KPU. Oleh sebab itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan dalam menelusuri dugaan tersebut.
“Kami lagi melakukan koordinasi, kenapa? Karena agak sulit yang namanya tindak pidana harus jelas unsurnya, harus ditemukan. Kalau tidak teman-teman Polri dan Kejaksaan tidak akan setuju dilakukan penyidikan lanjut,” jelasnya.
“Kenapa? Karena saat ini belum ada calon yang ditetapkan oleh KPU. Oleh sebab itu, unsurnya belum memenuhi,” sambungnya.
Selain itu, Bagja juga menyoroti tren aparatur sipil negara (ASN) yang memberikan dukungan politik melalui media sosial. Bagja kembali mengingatkan agar ASN dapat menjaga netralitas.
“Kami sampaiakan bapak ibu yang mencalonkan diri, yang masih jadi ASN tolong ditahan dulu atau minta cuti, setelah penetapan kemudian harus berhenti,” tegasnya.
“Karena sudah ada laporan dan sudah ditindaklanjuti untuk diteruskan ke komisi aparatur sipil negara,” imbuhnya.
Pada Pilkada Serentak 2020, Bawaslu menangani 5.334 temuan maupun aduan terkait pelanggaran pemilihan. Rinciannya ialah 1.532 pelanggaran administrasi, 292 pelanggaran kode etik, 182 tindak pidana pemilihan, 1.570 pelanggaran hukum lain yang terkait pemilihan. Sementara 1.828 lainnya tidak dikategorikan sebagai pelanggaran.***DTK