MEDAN || Dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers kembali mencuat. Sejumlah instansi pemerintah diduga melakukan pola kerjasama dengan media yang dinilai tidak sesuai aturan hukum. Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Utara, Ariadi, menyoroti praktik ini yang dianggap mengancam kebebasan pers dan independensi media.
Ariadi menegaskan bahwa instansi pemerintah seharusnya mematuhi aturan hukum terkait kebebasan pers. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pola kerjasama yang dilakukan selama ini terindikasi digunakan untuk mengarahkan pemberitaan sesuai kepentingan pemerintah.
“Media seharusnya menjadi pilar demokrasi yang berfungsi mengawasi kebijakan pemerintah, bukan sebagai alat propaganda,” tegas Ariadi dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).
Pemkot Medan Jadi Sorotan Utama
Ariadi mencontohkan dugaan pelanggaran yang terjadi di Pemerintah Kota Medan. Menurutnya, kerjasama yang dilakukan Pemkot Medan dengan beberapa media lokal telah berlangsung lama tanpa memperhatikan aturan yang diatur dalam UU Pers.
“Banyak media di Medan yang tunduk pada arahan pemerintah daerah karena kontrak kerjasama. Pola ini jelas melanggar semangat kebebasan pers yang dijamin undang-undang,” ujarnya.
Ariadi khawatir praktik ini akan mematikan independensi media di Sumatera Utara. Ia menilai, jika media terus bergantung pada kontrak pemerintah, maka fungsi kontrol sosial media terhadap kebijakan publik akan hilang.
Pelanggaran Ini Merugikan Masyarakat
Ariadi yang juga Ketua Forum Wartawan DPRD Sumatera Utara menegaskan bahwa dampak dari pelanggaran ini tidak hanya dirasakan oleh media, tetapi juga masyarakat luas. Ketika media kehilangan independensinya, informasi yang diterima masyarakat berpotensi tidak lagi objektif dan berimbang.
“Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang akurat dan faktual. Jika media dikendalikan oleh kepentingan pemerintah, maka kepercayaan publik terhadap media akan menurun,” jelas Ariadi.
Dewan Pers Diminta Bertindak Tegas
Dalam menghadapi persoalan ini, Ariandi mendesak Dewan Pers untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap instansi pemerintah yang melanggar UU No. 40 Tahun 1999. Ia juga mengimbau agar media di Sumatera Utara menjaga integritas dengan menolak segala bentuk kerjasama yang tidak sesuai aturan.
“Media harus berani menolak jika kerjasama tersebut melanggar aturan. Jangan sampai demi kepentingan finansial, independensi media dikorbankan,” tegasnya.
Pakar Hukum: Media Harus Terverifikasi Dewan Pers
Dalam kesempatan terpisah, pemerhati hukum Rion Arios, SH MH dari KARA Lawyer, menegaskan bahwa sesuai UU No. 40 Tahun 1999, perusahaan pers yang menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah wajib terverifikasi oleh Dewan Pers.
“Jika instansi pemerintah bekerja sama dengan media yang tidak terverifikasi Dewan Pers, itu jelas melanggar UU Pers. Perusahaan pers wajib berbadan hukum dan terdaftar di Dewan Pers,” ungkap Rion, yang juga mantan jurnalis media nasional dan lokal ini.
Rion menambahkan bahwa sesuai Pasal 15 ayat 2 huruf g UU No. 40 Tahun 1999, Dewan Pers wajib mendata perusahaan pers. Oleh karena itu, ia meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawasi anggaran yang digunakan dalam kerjasama media.
“BPK harus memastikan anggaran negara digunakan sesuai aturan. Jangan sampai dana publik digunakan untuk kerjasama yang melanggar hukum,” tambahnya.
Independensi Media, Pilar Demokrasi yang Wajib Dijaga
Kebebasan pers adalah salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, segala bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers harus menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, media, dan masyarakat.
Ariadi berharap agar semua pihak kembali kepada semangat awal UU No. 40 Tahun 1999, yakni menjaga independensi media sebagai pengontrol kebijakan publik. Dengan demikian, masyarakat akan terus mendapatkan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang.
“Kebebasan pers bukan sekadar hak, tetapi tanggung jawab yang harus dijaga bersama,” tutup Ariadi.***REL