Aturan Baru KPU soal Keterwakilan Caleg Perempuan Bakal Dikaji Bawaslu

Politik1111 Dilihat

JAKARTA, informasiterpercaya.com || BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyatakan akan mengkaji aturan baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI soal teknis penghitungan persyaratan 30 persen bakal calon legislatif perempuan di satu daerah pemilihan.

Diketahui, Undang-Undang tentang Pemilu telah menggariskan keterwakilan perempuan pada daftar caleg dalam setiap dapil paling sedikit 30%.

Kendati demikian, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 memungkinkan presentase di bawah 30%. Sebab, beleid tersebut mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam hal penghitungan 30% bacaleg perempuan menghasilkan pecahan kurang dari 50 di belakang koma.

“Bawaslu secara internal akan mengkaji lebih lanjut dalam rangka menentukan sikap,” tegas anggota Bawaslu RI, Puadi kepada Media Indonesia, Minggu (7/5).

Sebagai bagian dari satu kesatuan lembaga penyelenggara pemilu, kata Puadi, Bawaslu juga tentu akan membangun komunikasi dengan KPU.

“Yang jelas budaya komunikasi diantara penyelenggara perlu dibangun dengan semangat yang sama,” tambahnya.

Prinsipinya, kata Puadi, tahapan Pemilu 2024 yang sedang berjalan jangan sampai terganggu karena adanya ketidaksesuaian aturan dalam PKPU.

Terpisah, anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, memastikan pihaknya akan menerima permintaan audiensi dari koalisi perempuan untuk membahas PKPU sial keterwakilan caleg perempuan tersebut, pada Senin (8/5),

“Kita lihat progress besok ya, besok kami diskusikan pascamenerima audiensi,” ungkap Lolly kepada Media Indonesia.

Terpisah, KPU menegaskan tak akan merevisi aturan soal pembulatan ke bawah keterwakilan perempuan bakal calon anggota legislatif atau bacaleg dalam sebuah daerah pemilihan atau dapil yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023.

Anggota KPU RI Idham Holik menegaskan, rumusan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba.

“Pengaturan yang tertuang di dalam PKPU Nomor 10/2023 tersebut itu sudah melalui rapat konsultasi di DPR dan sebelumnya juga sudah melalui uji publik serta FGD (focus group discussion),” kata Idham.??

Sementara itu, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini meminta agar KPU merevisi aturan tersebut agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pemilu.

KPU juga diminta tidak perlu berargumen soal rumus matematika karena dinilai tidak pada konteks dan substansinya.

“Buat apa menggunakan rumus yang jelas-jelas bertentangan dengan komitmen paling sedikit 30% keterwakilan perempuan dalam daftar caleg pada setiap dapil?” ujar Titi.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *