Politik Santun dan Beretika Mesti Jadi Ruh jelang Kontestasi Demokrasi

Politik2803 Dilihat

PENGAMAT Politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam mengatakan, sudah semestinya semangat untuk menjaga stabilitas bernegara menjadi roh jelang tahun politik.

“Diatas kepentingan kontestasi politik, semangat untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas harus menjadi roh dan semangat utama dari kegiatan para politisi,” ujar Surokim kala berbincang hari ini (20/02).

Adapun sejumlah partai saling kunjung, melakukan silaturahmi, misalnya Partai Nasdem, PKB yang bertandang ke Golkar. Dalam pernyataannya, ketum parpol tersebut mengungkapkan harapan mereka untuk menjaga situasi tetap terkendali jelang tahun politik.

“Politik kebangsaan dan keindonesiaan harus menjadi penyemangat sehingga silaturrahim politik harus terus digalakkan agar bisa memperkuat semangat kebersamaan,” kata Surokim.

Ia juga menegaskan bahwa polarisasi masih menjadi ancaman, apalagi di zaman ‘demokrasi digital’. “Perkembangan demokrasi digital dan keswadayaan netizen membuat politik bisa menjadi kian bebas, liar dan tak terkendali dan jika ini dihubungkan dengan tantangan ke depan diperlukan politik jalan tengah yang bisa menguatkan semangat kebangsaan dan semangat persatuan sebagai bangsa,” jelas Surokim.

Tahun politik kali ini menjadi lebih menantang karena ada potensi resesi negara-negara besar dunia, yang mungkin berimbas ke dalam negeri.

“Sejauh ini potensi untuk politik sekadar berbeda selalu lebih mengedepan, sementara tantangan ke depan terkait potensi resesi dunia cukup menghantui.” tandas Surokim.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar menegaskan semangat partainya untuk mengedepankan politik yang santun dan damai. Hal ini untuk menjaga kestabilan politik dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Bagi kita di Golkar, hal ini diimplementasikan dengan politik yang santun, politik yang damai, politik yang di tengah. Tidak di kiri, tidak di kanan. Kita berada di tengah. Kita perjuangkan NKRI, kita perjuangkan kesejahteraan rakyat,” Kata Airlangga.

Eksternal dan Internal

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan menilai pesan ‘politik yang beretika’ yang dikemukakan Airlangga bisa dimaknai secara eksternal dan internal.

Secara eksternal, pesan itu bisa diartikan ditujukan untuk seluruh warga bangsa, dari para pemilih hingga para elite politik.
“Karena ini tahun politik ya maka konteksnya memang terkait dengan persiapan menjelang Pemilu 2024, terutama Pilpres 2024,” terang Firman.

Menurutnya, hal itu berkaitan dengan pengalaman di dua pemilu sebelumnya yakni 2014 dan 2019 yang sarat isu politik identitas dan pembelahan ekstrem di tingkat akar rumput.

“Jadi saya pikir, satu, membaca konteksnya Pak Airlangga ya tentu bicara etika politik dalam kontestasi menjelang Pemilu 2024,” tambahnya.

Firman mengungkapkan pesan itu juga bisa dibaca sebagai pengingat untuk kader internal Golkar. Berpolitik dengan cara-cara yang baik, santun, dan mengedepankan nilai demokrasi, tidak hanya berlaku untuk eksternal Partai Golkar. Pesan itu bisa jadi dialamatkan untuk internal Golkar dalam menjalankan roda organisasi.

“Saya pikir pesan itu juga ke internal Golkar. Bahwa secara internal, dalam berpartai itu juga menggunakan politik yang beretika,” tegasnya.***MIOL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *