JAKARTA || Dosen Fisip Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando yang juga Pakar Kepemiluan setuju dengan wacana pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 dimajukan ke tahun 2025, dari semula dijadwalkan November 2024.
Ia menilai wacana dimajukannya pilkada ke tahun 2025 agar setiap kepala daerah yang terpilih dapat dilantik secara serentak.
Ia menilai ketika Pilkada Serentak diselenggarakan pada November 2024, maka para pasangan kepala daerah berpotensi besar tidak bisa dilantik per Januari 2025. Ia beralasan potensi ini muncul lantaran tidak sedikit pilkada yang hasil akhirnya harus menunggu putusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika pilkada digelar pada November 2024 maka sangat rawan untuk tidak terjadi pelantikan serentak sehingga periodisasinya akan bisa berbeda satu sama lain. Sebab pasca-pilkada bukan tidak mungkin ada proses pemungutan suara ulang akibat putusan MK melalui sengketa hasil,” ujar Ferry Daud, dalam keterangan tertulis pada Rabu (23/8/2024).
Lebih lanjut ia mengatakan, pengalaman pada pilkada-pilkada sebelumnya banyak proses di MK memakan waktu lama, bahkan ada yang hampir setahun. Jika hal ini terulang, maka bisa jadi akan ada pemungutan suara ulang pilkada digelar pada pertengahan 2025. Sementara kepala daerah lain sudah dilantik dan sudah menjalankan roda pemerintahan.
Baginya saat itu terjadi, akan timbul kesulitan untuk menyinkronkan manajemen perencanaan pembangunan di tingkat daerah, dengan perencanaan pembangunan nasional. Menurutnya, tujuan utama pilkada serentak adalah kesamaan periodisasi sejak dilantik hingga berakhirnya masa jabatan semua kepala daerah di Indonesia. Terlebih, presiden terpilih hasil Pilpres 2024, sudah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Lebih lanjut, pelaksanaan pilkada setelah pilpres dimaksudkan agar kebijakan di daerah dapat searah dengan kebijakan pemerintah pusat. Sehingga baginya, sangat penting pelantikan kepala daerah terpilih dilakukan paling lambat Januari 2025.
“Ketidaksamaan periodisasi kepala daerah kerap mengacaukan rencana kerja pemerintah daerah secara vertikal. Apalagi kerja-kerja pemerintah daerah mengacu pada dokumen RPJMD. Dokumen RPJMD merupakan kombinasi antara visi misi pemerintah pusat dengan visi misi kepala daerah yang terpilih. Jika RPJMD tidak disusun dalam waktu bersamaan, maka penjabaran program pemerintah pusat di daerah kerap tidak efektif,” kata Ferry.
Ferry menuturkan, pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 paling lambat harus Januari 2025. Sehingga solusi untuk itu menurutnya perlu Perppu untuk memajukan waktu pencoblosan yang menurut UU Pilkada pada November 2024.
“Jika ditarik (dimajukan) jauh sebelum November 2024, maka proses sengketa hasil akan (punya waktu) panjang dan tidak mengganggu keserentakan pelantikan,” ujarnya.
Kedua, lanjut dia, perlu juga mendesak MK untuk menangani sengketa hasil pilkada dalam kategori penanganan khusus. Sebab, jika MK menyelesaikan penanganan sengketa hasil pilkada mengikuti jadwal normal, maka penyelesaiannya bisa memakan waktu lama. Kondisi ini berpotensi membuat pelantikan pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah terpilih tidak serentak.***DTK