JAKARTA, informasiterpercaya.com || Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendatangi KPU RI. Mereka mendesak KPU segera merealisasikan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
“Kami akan mewakili rekan-rekan semua yang tergabung di dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan guna menuntut realisasi perubahan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 sebagaimana telah menjadi komitmen penyelenggara Pemilu kita yang disampaikan beberapa hari lalu,” kata Aktivis Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Titi Anggraini, di KPU RI, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2023).
Anggota Dewan Anggota Dewan Penasihat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini mengatakan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023, khususnya pada Pasal 8 Ayat 2, harus segera disahkan. PKPU itu sendiri mengatur tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
“Kemudian seperti yang teman-teman semua tahu, KPU juga sudah melakukan konferensi pers yang menyatakan akan merevisi aturan tersebut, sudah ada draf yang juga keluar dan saya rasa teman-teman juga sudah bisa mengakses begitu ya. Tetapi yang menjadi persoalan dan tuntutan adalah karena kami menemukan fakta bahwa KPU tidak mempunyai komitmen dalam melaksanakan kewajiban hukum sesuai sumpah jabatannya untuk mengimplementasi kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan sebagai calon anggota DPR dan DPRD sebagaimana diatur dalam UUD dan UU Pemilu Tahun 2017,” tutur Titi.
Titi mengatakan KPU menyatakan akan berkonsultasi dengan DPR lebih dulu. Titi menilai hal tersebut menambah kerumitan baru dalam proses pendaftaran Pemilu 2024.
“Situasi yang terjadi hari ini adalah pertama, situasi yang darurat, ada kegentingan, kita tahu proses pendaftaran calon akan berakhir 14 Mei, sementara rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI itu baru di tanggal 17 Mei. Jika ini terjadi, maka akan ada kerumitan baru yang muncul,” ujarnya.
Apabila revisi PKPU 10/2023 tak segera disahkan, kata Titi, akan ada gugatan dari sejumlah partai politik jika mereka harus menganulir daftar bacaleg yang sudah diserahkan ke KPU. Titi menilai KPU tak perlu berkonsultasi dengan Komisi II DPR.
“Pertama, akan ada gugatan dari partai politik ketika mereka harus menganulir daftar calonnya agar pendaftaran yang mereka lakukan, yang mereka serahkan bisa memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan sebagaimana amanat UU Pemilu Tahun 2017,” ungkap Titi.
“Jawaban KPU berkaitan dengan keinginan mereka melakukan RDP dulu kepada Komisi II DPR jelas-jelas memperlihatkan betapa KPU RI memberikan kompromi politik baru sementara yang terjadi adalah pelanggaran norma konstitusi dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana di dalam Pasal 245 dan 246 itu dijelaskan di dalam setiap daftar caleg yang disampaikan harus memenuhi minimal 30 persen keterwakilan perempuan,” lanjutnya.
Berikut pernyataan sikap dari Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan:
1. Mendesak KPU, Bawaslu dan DKPP melakukan komunikasi dan koordinasi dengan DPR dan pemerintah terkait adanya kebutuhan sangat mendesak untuk mewujudkan kepastian hukum pemenuhan hak politik perempuan yang telah dijamin dalam UUD RI Tahun 1945 dan ketentuan Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017
2. Mendesak KPU segera menetapkan revisi PKPU No 10 Tahun 2023. Mekanisme konsultasi dilakukan dengan memperhatikan keadaan darurat ketidakpastian hukum pemenuhan hak politik perempuan menjadi calon anggota DPR dan DPRD. Untuk itu mekanisme konsultasi dilakukan dengan mengirim surat pemberitahuan kepada DPR dan Pemerintah. Selanjutnya secara paralel KPU menetapkan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan mengajukan pengesahan kepada Kementerian Hukum dan HAM
3. Mendesak KPU melakukan perbaikan terhadap SILON dan memberi akses kepada Bawaslu untuk melakukan pengawasan seluruh dokumen pencalonan dan syarat calon pada sistem informasi pencalonan
4. Meminta DPR dan pemerintah memahami keadaan darurat pemenuhan dan pemulihan pelanggaran hak politik perempuan sebagai akibat terbitnya peraturan KPU yang tidak sesuai dengan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan paling sedikit 30% pada setiap dapil serta cara penempatan nomor urut perempuan dalam daftar calon sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 7 Tahun 2017
5. Mendesak Bawaslu mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap KPU, DPR dan pemerintah untuk tunduk dan patuh pada Peraturan Perundang-undangan yang mengatur kebijakan afirmasi dan pemenuhan hak politik perempuan sebagai calon anggota DPR dan DPRD
6. Mendesak DKPP memastikan KPU dan Bawaslu melaksanakan tugas dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan dan kode etik penyelenggara Pemilu.***DTK