JAKARTA || Rumah ‘kos-kosan’ sudah tidak lagi menjadi objek pajak daerah per 5 Januari 2024 ini. Kondisi ini disinyalir berpotensi membuat pendapatan daerah turun cukup besar.
Pandangan ini disampaikan oleh Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani. Ia menilai perubahan kos-kosan bukan lagi menjadi objek pajak daerah akan memberikan sentimen negatif terhadap penerimaan pajak daerah.
“Akan memberikan sentimen negatif terhadap penerimaan pajak daerah dan membuat penurunan penerimaan. Terutama untuk beberapa daerah yang mempunyai objek andalan di sektor kos-kosan ini. Misalnya daerah yang mempunyai universitas atau kawasan industri,” kata Ajib, saat dihubungi detikcom, Selasa (2/1/2023).
Perubahan kebijakan ini seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Aturan ini berlaku 2 tahun sejak diundangkan atau tepatnya 5 Januari 2024.
Adapun pada ketentuan sebelumnya, yaitu pada UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), kos-kosan dengan jumlah kamar lebih dari 10 masih ke dalam kategori hotel sehingga dikenakan pajak paling tinggi sebesar 10%.
“Karena sebelumnya, daerah mendapat pemasukan sebesar 10% dari nilai sewa. Kategori tarif ini sangat besar, karena jumlahnya dikenakan atas omset atau nilai sewa, bukan atas keuntungan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah daerah mengoptimalkan penerimaannya dari sektor-sektor lain demi menutup kehilangan penerimaan dari sewa kos-kosan ini. Misalnya, dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak restoran dan kafe.
Ajib mengatakan, UU HKPD ini sebagai pengganti UU PDRD yang sejak tahun 2009 pemda mendapat insentif dengan administrasi dan pemungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Pedesaan dan Perkotaan (sektor P2) dan juga objek BPHTB. Artinya, konsep perpajakan atas pusat-daerah akan dinamis sesuai UU yang berlaku.
“UU HKPD sudah efektif mulai berlaku, jadi pemerintah daerah harus responsif dalam menyikapinya, agar penerimaan daerah tetap termitigasi dan tidak mengalami penurunan,” pungkasnya.***DTK