JAKARTA || Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan perilaku korupsi masih dianggap permisif oleh masyarakat di beberapa daerah. Tito mengatakan perilaku seperti ini perlu diubah dengan membentuk generasi muda saat ini lewat pendidikan antikorupsi.
“Menangani kasus-kasus extraordinary crime tidak bisa mengandalkan satu pilar, satu pedang, tetapi harus juga dilakukan langkah-langkah pencegahan, diantaranya pendidikan. Dan pendidikan menjadi kunci juga karena apa, karena di masa lalu perilaku koruptif itu dianggap permisif, di beberapa daerah mungkin banyak yang beranggapan kalau ada pejabat kaya ‘ah wajar dia kaya’, kalau ada pejabat yang sudah menjabat terus kelihatannya miskin ‘ya bodoh dia miskin’, itu menunjukkan perilaku permisif secara tidak sadar,” ujar Tito dalam Rakornas Pendidikan Antikorupsi bersama KPK di Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/2/2024).
Tito kemudian menceritakan pengalamannya yang pernah menyekolahkan anaknya di Singapura. Dia mengatakan biaya sekolah di Singapura lebih murah dibanding Indonesia, karena Singapura anggaran pendidikannya tinggi.
“Kalau sekolah swasta kan dibiayai ortu, sementara sekolah pemerintah itu disubsidi negara, Singapur negara tidak memiliki sumber daya alam maka 30% anggarannya buat pendidikan, jadi nggak mungkin swasta bisa kalahkan sekolah negeri, karena uang negara lebih banyak daripada swasta,” katanya.
Mantan Kapolri itu juga mengatakan pendidikan di Singapura bagus untuk membentuk karakter anak. Anak yang sekolah di sana bisa lebih berkata jujur.
Awalnya, dia menjelaskan bahwa kantin sekolah di Singapura itu disubsidi pemerintah, sehingga jajanan sekolah anaknya pada tahun 2008 itu hanya sebesar 1 Dollar Singapura. Suatu ketika, Tito memberikan anaknya uang 5 Dolar Singapura untuk jajan di sekolah, tapi kemudian uang itu ditolak anaknya.
“Ketika saya kemudian kebiasaan Indonesia saya pakai, istri saya ngasih 1 dolar perhari, suatu hari mereka saya kasih 5 Dolar Singapura, mereka bilang ‘untuk apa Pa’, saya bilang ‘untuk jajan’, katanya ‘lho jajan sudah cukup 1 Dolar Singapura’, jadi mereka menolak mau dikasih uang. Coba kita lihat beberapa, test aja anak-anak kita malah ‘Pah butuh uang, Mah minta uang, butuh ini segala macam’ yang sebetulnya tidak perlu, ini saya lihat ada bedanya,” katanya.
Selain itu, anak-anak Singapura juga lebih disiplin. Dia mencontohkan ketika anaknya taat peraturan lalu lintas.
“Terakhir pada waktu kita libur ke Jakarta, saya nyetir kendaraan kemudian lampu di traffic light sudah kuning, saya tabrak saja, semua tiga-tiganya anak saya teriak masih SD itu, ‘maaf Pak you against the law’, saya bilang kenapa? Itu sudah hampir mau merah, ‘yellow light you against the law’, ‘you have to be a rule model of us’, bapaknya harus jadi contoh bagi kami,” tutur Tito.
Dia mengatakan menceritakan pengalamannya itu karena mengingatkan pentingnya pencegahan korupsi melalui pendidikan. Menurutnya, perilaku korupsi bisa dicegah sejak dini dengan diterapkan pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah.
“Saya angkat cerita ini betapa pentingnya faktor pendidikan semenjak dari awal sehingga saya kagum apa yg disampaikan terobosan yang disampaikan Pak Heru (Pj Gubernur DKI Heru Budi), ide besarnya dalam KPK sudah ada terbukti dengan ada Direktur Deputi bidang Pendidikan serta Peran Masyarakat, kita wajib dukung ini,” pungkasnya.***DTK