Gaza Disebut Bisa Jadi ‘Neraka Stalingrad’ Bagi Israel

Ragam727 Dilihat

GAZA || Militer Israel memang punya kemampuan dan keunggulan teknologi untuk menyerbu Jalur Gaza dan perang dengan Hamas. Akan tetapi berbagai kesulitan diprediksi menghadang, bahkan bukan tidak mungkin Gaza malah jadi neraka buat Israel.

Pertama, Hamas punya jaringan terowongan sangat panjang yang sulit ditaklukkan. Video Hamas menunjukkan terowongan mereka cukup baik, dibangun dari elemen beton prefabrikasi presisi, tinggi dan cukup lebar sehingga tak hanya memungkinkan pejuang gerak cepat, tapi juga cukup nyaman.

Luas dan lokasi pastinya tak diketahui tetapi dapat dipastikan jaringannya sangat luas dan memungkinkan pergerakan pasukan dan amunisi di bawah tanah secara efisien. Sistem terowongan ini dilengkapi kabel untuk listrik dan komunikasi.

Meski punya pasukan khusus terowongan ataupun bom yang dapat menembus jauh ke bawah tanah, panjangnya jalur dan misterinya membuat Israel diprediksi kesulitan.

Di sisi lain, untuk memuluskan invasi darat, Israel meminta penduduk Gaza mengungsi, barangkali dengan tujuan agar serangan jadi lebih mudah dilakukan. Secara teori, jika sebagian besar warga sipil mengungsi, Israel dapat berasumsi siapa pun yang masih berada di sana adalah musuh dan merupakan sasaran militer sah.

Kenyataannya, seperti ditekankan PBB, mustahil bagi 1,1 juta orang di wilayah yang sudah padat penduduk untuk pindah dalam semalam, terutama saat makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar terbatas. Bahkan walau semua warga sipil mengikuti arahan dan secara ajaib berhasil meninggalkan wilayah utara, serangan darat Israel takkan mudah dilakukan meskipun mereka mempunyai keunggulan seperti peralatan berteknologi tinggi.

Medan perkotaan padat yang dipenuhi puing-puing seperti di Gaza di mana sebagian bangunan hancur atau rusak akibat pemboman udara dan tembakan artileri, justru dinilai merupakan jenis medan yang paling menuntut dan menantang. Bahkan nasib Israel bisa seperti Jerman saat menyerang Stalingrad kala Perang Dunia II.

“Stalingrad terlintas dalam pikiran. Terlepas dari pelatihan dan pengalaman militer mereka yang lebih baik serta keunggulan teknis yang luas, tentara Jerman di sana berjuang selama delapan bulan untuk merebut kota yang hancur tersebut, namun dikalahkan tekad dan pengorbanan para pembela Uni Soviet,” tulis Al Jazeera yang dikutip detikNET.

Itu karena di kota-kota yang setengah hancur, penyerang berada dalam situasi yang jauh lebih sulit dibandingkan di daerah lain sehingga harus mengerahkan lebih banyak tentara. Jumlah rasio klasik 3:1 yang diperlukan oleh pasukan penyerang untuk mendapatkan peluang sukses tidaklah cukup, rasio 5:1 atau lebih tinggi lebih realistis.

Dalam skenario melawan Israel, Hamas bisa menyerang siapa saja yang bergerak di tanah dan menggunakan terowongan untuk menghilang dari satu tempat, serta muncul kembali secara tak terduga di tempat lain.***DTK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *